PP Muhammadiyah: Menghina agama lain bukan ajaran Islam, hukum berat pelakunya biar kapok


JAKARTA - Baru-baru ini Bareskrim Polri menangani kasus dugaan penghinaan agama. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dadang Kahmad mengatakan bahwa salah satu penyebab fenomena penistaan agama terus terulang ialah orang mencari perhatian.

"Fenomena ini berulang dan orang tidak kapok. Mungkin ada beberapa sebab terutama mencari popularitas, dengan narasi kontroversi itu diharapkan mampu mendulang keuntungan yang banyak, termasuk, misalnya, konten prank," tutur Dadang seperti dikutip dari rilis PP Muhammadiyah dan koran-jakarta.com (31/8).

Bermunculannya pelaku penistaan agama menguji keberagaman identitas keagamaan tanah air. Penistaan agama, kata Dadang, menimbulkan adu mulut dan reaksi saling balas di tengah masyarakat yang dapat mengganggu kehidupan kerukunan antarumat beragama. Padahal, di antara seruan Al-Quran adalah meninggalkan mencaci agama lain.

"Kita ini negara Bhinneka Tunggal Ika, siapapun tidak boleh saling menghina. Dalam Islam ada larangan mencerca agama lain, nanti agama lain juga akan mencerca sesembahan kita. Jadi, tidak boleh menghina agama lain," imbuh Pria kelahiran Garut, 5 Oktober 1952 ini.

Guru Besar Sosiologi Agama UIN Sunan Gunung Jati ini mengajak segenap pihak agar saling menghormati satu sama lain agar segala perbedaan yang ada tidak menimbulkan konflik berkepanjangan. Secara naluriah manusia lebih senang hidup damai dan tenteram dibandingkan hidup dengan rasa permusuhan dan pertentangan. Karenanya, Dadang setuju bila pelaku penista agama mendapat hukuman yang setimpal.

"Saya kira orang-orang yang seperti itu (penista agama) mungkin harus diperiksa kejiwaannya, dan juga motif-motifnya. Saya setuju kalau pelakunya ditangkap dan dikenakan hukuman yang berat karena telah meresahkan dan menghina simbol-simbol agama," ungkap Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dadang Kahmad.***

Lebih baru Lebih lama