𝐁𝐚𝐧𝐲𝐮𝐦𝐚𝐬, 𝐦𝐞𝐝𝐢𝐚𝐫𝐞𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚𝐧𝐞𝐰𝐬.𝐜𝐨𝐦 – Selasa, 24 Juni 2025 – Pelayanan kesehatan di fasilitas umum kembali menjadi sorotan setelah seorang warga Maos, Cilacap, bernama Aji, mengungkapkan kekecewaannya atas penolakan anaknya yang sakit gigi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas. Insiden ini menyoroti dugaan pelanggaran prosedur dan hak pasien yang seharusnya dilindungi.
Kronologi kejadian bermula ketika anak Aji mengalami sakit gigi dan memerlukan penanganan lebih lanjut dari dokter gigi di Puskesmas Maos. Namun, Puskesmas Maos hanya dapat memberikan rujukan ke RSUD Banyumas. Sejak tanggal 19 Juni 2025 hingga hari ini, 24 Juni 2025, Aji mencoba mendaftar secara online untuk mendapatkan jadwal di RSUD Banyumas, namun kuota selalu penuh.
Karena desakan kondisi anak yang membutuhkan penanganan segera dan saran dari dokter gigi Puskesmas Maos, Aji memutuskan untuk mendaftar secara manual dan langsung mendatangi RSUD Banyumas. Namun, setibanya di lokasi, upaya Aji kembali ditolak. Pihak RSUD Banyumas malah menyarankan Aji untuk mendaftar online lagi dan bahkan menyarankan agar pindah ke fasilitas kesehatan (faskes) umum lainnya. 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐫𝐮𝐭 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐚𝐤𝐮𝐚𝐧 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐮𝐚 𝐩𝐚𝐬𝐢𝐞𝐧, 𝐩𝐞𝐥𝐚𝐲𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐫𝐮 𝐝𝐢𝐛𝐞𝐫𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐫𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐩𝐞𝐫𝐝𝐞𝐛𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐚𝐥𝐨𝐭 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐩𝐢𝐡𝐚𝐤 𝐫𝐮𝐦𝐚𝐡 𝐬𝐚𝐤𝐢𝐭.
𝐊𝐥𝐚𝐫𝐢𝐟𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐚𝐤𝐮𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐏𝐢𝐡𝐚𝐤 𝐑𝐒𝐔𝐃 𝐁𝐚𝐧𝐲𝐮𝐦𝐚𝐬
Menanggapi keluhan ini, wartawan mediarealitanews.com telah melakukan klarifikasi dengan pihak RSUD Banyumas. Dari hasil klarifikasi, Kepala Instalasi dan Pengaduan Pelanggan RSUD Banyumas, yang berinisial Ny. L, menyampaikan permohonan maaf. "Saya mohon maaf jika dalam penyampaian ada miskomunikasi dari Mas Galih, itu ada kesalahan saya dalam melakukan pengawasan," ujar Ny. L kepada awak media.
Ny. L juga membenarkan bahwa Mas Galih, selaku karyawan RSUD Banyumas, memang telah menyarankan pasien untuk mengalihkan BPJS-nya ke faskes umum, sesuai dengan apa yang disampaikan oleh keluarga pasien. Pernyataan ini mengindikasikan adanya pengakuan internal terhadap prosedur yang tidak sesuai standar atau setidaknya, miskomunikasi yang menyebabkan kesulitan bagi pasien.
𝐃𝐮𝐠𝐚𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐥𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐇𝐮𝐤𝐮𝐦 𝐝𝐚𝐧 𝐏𝐫𝐨𝐬𝐞𝐝𝐮𝐫
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai standar operasional prosedur (SOP) dan kepatuhan RSUD Banyumas terhadap regulasi yang berlaku dalam pelayanan kesehatan. Penolakan pasien, terutama anak-anak yang memerlukan penanganan medis segera, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap beberapa peraturan, di antaranya:
-- Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit: Pasal 32 ayat (1) menyatakan bahwa "Setiap pasien mempunyai hak memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan standar sesuai dengan kebutuhan medisnya." Penolakan dan kesulitan mendapatkan pelayanan awal ini berpotensi melanggar hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang layak.
-- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: Pasal 5 ayat (2) menegaskan bahwa "Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau." Penolakan ini juga bisa diartikan sebagai pembatasan akses terhadap pelayanan kesehatan.
-- Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan: Penolakan pasien rujukan tanpa alasan medis yang jelas atau tanpa memberikan solusi alternatif yang memadai bisa menjadi pelanggaran terhadap sistem rujukan yang telah ditetapkan pemerintah.
-- Kode Etik Kedokteran dan Etik Rumah Sakit: Prinsip kemanusiaan dan pelayanan prioritas bagi pasien yang membutuhkan penanganan segera juga harus diutamakan.
Situasi ini juga menyoroti nasib orang awam atau masyarakat yang kurang memahami prosedur dan hak-hak mereka di fasilitas kesehatan. "Jika menyangkut orang awam, apa nasibnya?" keluh orang tua pasien, menggambarkan kekhawatiran akan kesulitan serupa yang mungkin dihadapi masyarakat lain.
Potensi Sanksi
Apabila terbukti melanggar regulasi yang ada, RSUD Banyumas berpotensi menghadapi beberapa sanksi, antara lain:
-- Teguran tertulis: Dari Dinas Kesehatan setempat atau Kementerian Kesehatan.
-- Pencabutan izin operasional: Jika pelanggaran tergolong berat dan berulang, bisa mengarah pada sanksi administratif berupa pencabutan izin.
-- Sanksi pidana/perdata: Dalam kasus yang lebih serius, jika terbukti ada unsur kelalaian yang menyebabkan kerugian pada pasien, bisa berujung pada tuntutan hukum.
Pihak keluarga Aji berharap insiden ini dapat menjadi perhatian serius bagi manajemen RSUD Banyumas dan dinas terkait untuk segera melakukan evaluasi dan perbaikan sistem pelayanan, agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang. Pengakuan adanya miskomunikasi dan kelalaian pengawasan dari internal RSUD Banyumas harus menjadi momentum untuk perbaikan menyeluruh demi memastikan hak pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan manusiawi.(*)
𝐓𝐈𝐌/𝐑𝐞𝐝