𝐒𝐞𝐦𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠, 𝐦𝐞𝐝𝐢𝐚𝐫𝐞𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚𝐧𝐞𝐰𝐬 𝐜𝐨𝐦 – Kasus mengejutkan terjadi di Kota Semarang. Seorang warga Kelurahan Simongan, Kecamatan Semarang Barat, bernama Paiman, mendapati dirinya tercatat telah meninggal dunia dalam sistem administrasi kependudukan, padahal masih hidup dan sehat. Peristiwa ini diduga kuat berkaitan dengan pemalsuan data dan upaya perebutan hak waris.
Kasus bermula ketika Paiman berniat mencetak ulang Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya yang hilang bersama dompet. Saat mendatangi kantor kecamatan, ia dibuat terkejut oleh petugas yang menyampaikan bahwa berdasarkan data resmi, dirinya telah dinyatakan meninggal dunia sejak setahun lalu.
Merasa dirugikan secara hukum dan sosial, Paiman kemudian melaporkan dugaan pemalsuan dokumen tersebut ke Polrestabes Semarang untuk mendapatkan keadilan.
Dari hasil penelusuran, terungkap adanya dugaan keterlibatan oknum perangkat kelurahan dalam penerbitan surat kematian palsu atas nama Paiman. Informasi yang beredar menyebut Lurah Simongan berinisial S turut menandatangani surat tersebut. Hingga kini, baik pihak kelurahan maupun Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Semarang belum memberikan keterangan resmi.
Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jawa Tengah, KRT Ardhi Solehudin, menyatakan pihaknya akan mengawal kasus ini sampai tuntas. Ia menilai insiden yang menimpa Paiman bukan sekadar kesalahan administratif biasa, melainkan indikasi adanya praktik penyalahgunaan kewenangan yang terstruktur.
> “Ini bukan sekadar kesalahan input. Kami menduga ada pola permainan sistematis dari tingkat bawah hingga instansi terkait. Kami mendorong aparat penegak hukum menelusuri kasus ini secara transparan,” tegas Ardhi.
Berdasarkan pengecekan awal, data Dukcapil Kota Semarang memang mencatat status Paiman sebagai meninggal dunia. Padahal secara faktual, ia masih tinggal di alamat yang sama, yaitu Simongan I RT 08/RW 01.
Secara hukum, pemalsuan data kependudukan termasuk pelanggaran berat. Tindakan ini dapat dijerat dengan:
Pasal 94 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp75 juta.
Pasal 65 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp5 miliar.
PPWI Jawa Tengah mendesak Pemkot Semarang melakukan audit investigatif terhadap sistem administrasi kependudukan di wilayahnya, khususnya di Kecamatan Semarang Barat.
Kasus yang dialami Paiman menjadi peringatan keras bagi seluruh instansi pemerintah agar memperketat pengawasan dalam penerbitan dokumen kependudukan, serta mencegah praktik penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan warga negara.