𝑺𝒖𝒂𝒓𝒂 𝑵𝒖𝒓𝒂𝒏𝒊 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝑲𝒆𝒂𝒅𝒊𝒍𝒂𝒏 𝒀𝒂𝒚𝒂𝒔𝒂𝒏 𝑲𝒂𝒓𝒚𝒂 𝑫𝒂𝒓𝒎𝒂 𝑩𝒂𝒏𝒚𝒖𝒎𝒂𝒔


𝐒ebagai pengamat integritas publik, hati saya tergerak untuk menyuarakan sebuah kebenaran yang sederhana, namun seringkali terabaikan: kepercayaan adalah fondasi utama dalam setiap hubungan, termasuk antara lembaga keuangan dan masyarakat. Kasus yang kini bergulir di PN Purwokerto antara Yayasan Karya Darma Banyumas dengan Bank Jateng adalah cerminan yang menyakitkan, di mana esensi kepercayaan itu seolah dipertaruhkan.


𝐊ita perlu merenung sejenak. Yayasan Karya Darma Banyumas, sebuah entitas yang telah mengabdi sejak tahun 1980, jauh sebelum banyak dari kita mengenal dunia perbankan modern, kini harus berjuang mendapatkan haknya. Mereka telah menunjukkan itikad baik dengan melunasi pokok pinjaman sebesar Rp 750 juta sejak tahun 2009. Bayangkan, sudah lebih dari satu dekade sertifikat aset mereka ditahan, hanya karena sisa denda Rp 42 juta dan alasan "penyesuaian yayasan" yang tak kunjung rampung.


𝐁ukankah ini sebuah ironi? Sebuah bank, yang seharusnya menjadi pilar penopang ekonomi dan kepercayaan masyarakat, justru tampak menahan hak vital sebuah yayasan yang bergerak di bidang sosial. Pertanyaannya sederhana: apa esensi dari penahanan sertifikat tersebut jika kewajiban pokok sudah dipenuhi? Apakah ini tentang prinsip kehati-hatian atau justru bergeser menjadi tindakan yang menghambat keleluasaan pihak lain?


𝐊epada para pihak yang terlibat, khususnya di Bank Jateng Purwokerto, mari kita melihat kasus ini bukan hanya dari kacamata hukum yang kaku, tetapi juga dari kacamata hati nurani. Sertifikat itu adalah napas bagi Yayasan Karya Darma Banyumas untuk terus berkarya, untuk memastikan aset mereka bermanfaat bagi masyarakat, sesuai dengan tujuan mulia pendiriannya. Menahannya adalah sama dengan menahan potensi kebaikan yang bisa mereka sebarkan.


𝐊eadilan itu sederhana: apa yang menjadi hak, harus dikembalikan. Ketika sebuah pokok pinjaman telah dilunasi, seyogyanya aset yang dijaminkan dapat segera kembali kepada pemiliknya. Argumentasi tentang "penyesuaian yayasan" patut dipertanyakan urgensinya dalam konteks penahanan sertifikat yang sudah belasan tahun.


𝐒aya berharap, melalui proses hukum yang sedang berjalan di PN Purwokerto, akal sehat dan hati nurani dapat berbicara lebih lantang daripada sekadar prosedur yang membelenggu. Semoga para pengambil keputusan di Bank Jateng dapat menyadari bahwa integritas lembaga tidak hanya diukur dari profitabilitas, tetapi juga dari seberapa besar mereka mampu berlaku adil dan berempati terhadap nasabahnya, terutama entitas nirlaba seperti Yayasan Karya Darma Banyumas.

Mari kita dorong bersama agar sertifikat itu segera kembali ke tangan yang berhak. Karena pada akhirnya, kepercayaan masyarakat adalah aset paling berharga yang tak ternilai bagi setiap lembaga.(***) 


Oleh :

𝐊𝐑𝐓.𝐀𝐫𝐝𝐡𝐢 𝐒𝐨𝐥𝐞𝐡𝐮𝐝𝐢𝐧,𝐖.

(Pengamat Integritas publik)

Lebih baru Lebih lama