𝐉𝐚𝐰𝐚 𝐓𝐞𝐧𝐠𝐚𝐡,𝐦𝐞𝐝𝐢𝐚𝐫𝐞𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚𝐧𝐞𝐰𝐬.𝐜𝐨𝐦 --- Fenomena penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Indonesia adalah luka lama yang terus menganga. Meskipun regulasi dan sanksi hukum telah jelas termaktub dalam undang-undang serta peraturan pemerintah, praktik penimbunan BBM bersubsidi nyatanya masih marak. Yang lebih miris, para oknum pelaku seolah tak tersentuh dan masih bebas berkeliaran, sementara Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang diduga terlibat acapkali luput dari sanksi.
Secara hukum, penyalahgunaan BBM bersubsidi bukan hanya sekadar pelanggaran administratif, melainkan tindak pidana yang merugikan keuangan negara secara masif. Subsidi BBM yang sejatinya diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan sektor-sektor strategis, justru beralih fungsi menjadi komoditas spekulasi di tangan para penimbun. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, beserta peraturan pelaksanaannya, sudah dengan tegas mengatur larangan dan sanksi pidana bagi pelaku penimbunan. Begitu pula sanksi administratif dari BPH Migas bagi SPBU yang melanggar.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan anomali. Di beberapa SPBU, praktik pengisian berulang dengan jeriken atau kendaraan modifikasi seolah menjadi pemandangan lumrah. Ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa penegakan hukum terhadap kasus-kasus ini masih terkesan lemah? Mengapa oknum penimbun seolah memiliki "kekebalan" yang membuat mereka bisa terus beroperasi?
Ada beberapa dugaan yang melatarbelakangi. Pertama, lemahnya pengawasan di tingkat lapangan. Meskipun ada patroli atau sidak, namun tidak semua titik atau waktu dapat diawasi secara intensif. Kedua, indikasi adanya "permainan" atau kolusi antara oknum penimbun dengan pihak-pihak tertentu, termasuk kemungkinan keterlibatan oknum SPBU itu sendiri. Jika ada praktik penimbunan di suatu SPBU, sangat logis untuk mempertanyakan pertanggungjawaban manajemen SPBU tersebut. Mengapa hanya oknum penimbun yang diproses hukum, sementara SPBU yang menjadi "sarana" penimbunan tidak dikenai sanksi tegas, seperti pencabutan izin atau denda besar? Ini menciptakan impunitas yang mendorong praktik serupa terus berulang.
Pemerintah dan aparat penegak hukum harus segera mengambil langkah konkret dan revolusioner. Diperlukan peningkatan koordinasi antarlembaga, pengawasan yang lebih ketat dan transparan di setiap SPBU, serta penindakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu. Jika SPBU terbukti terlibat atau membiarkan praktik penimbunan, maka sanksi administratif dan hukum harus dijatuhkan seberat-beratnya, bukan hanya kepada oknum penimbun, melainkan juga kepada manajemen SPBU.
Sudah saatnya negara menunjukkan taringnya dalam melindungi hak rakyat atas subsidi yang semestinya. Jangan biarkan ironi penegakan hukum ini terus berlanjut, di mana aturan jelas ada, sanksi sudah menanti, namun para pelanggar masih bebas berkeliaran dan merugikan jutaan rakyat Indonesia. (***)
𝙾𝚙𝚒𝚗𝚒 𝚘𝚕𝚎𝚑 :
(𝙺𝚁𝚃.𝙰𝚛𝚍𝚑𝚒, 𝚂,𝚆)
𝟷𝟻 𝙹𝚞𝚗𝚒 𝟸𝟶𝟸𝟻