𝑺𝒆𝒎𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈, 𝒎𝒆𝒅𝒊𝒂𝒓𝒆𝒂𝒍𝒊𝒕𝒂𝒏𝒆𝒘𝒔 𝒄𝒐𝒎 -- Jum at 27 Juni 2025 – KRT. Ardhi Solehudin, W, seorang Pengamat Integritas Publik, menyuarakan apresiasi terhadap langkah dan argumen yang disampaikan oleh tim kuasa hukum Mami Uthe. Kasus yang menimpa Mami Uthe, seorang perempuan pekerja hiburan malam yang kini menghadapi tuduhan Pasal 296 KUHP tentang perbuatan cabul, dinilai memiliki kompleksitas yang perlu disoroti lebih dalam oleh aparat penegak hukum.
Mami Uthe saat ini dituduh sebagai pelaku utama dalam kasus dugaan perbuatan cabul. Namun, menurut kuasa hukumnya, Angga Kurnia Anggoro, S.H., dan Artdityo, S.E., S.H., M.Kn., tuduhan tersebut dianggap tidak adil dan mengabaikan peran sesungguhnya Mami Uthe dalam struktur operasional tempatnya bekerja.
"Kami menilai penahanan klien kami terlalu tergesa-gesa dan belum memenuhi asas kehati-hatian dalam proses hukum," ujar Angga pada Rabu (25/6/2025). Pihak kuasa hukum menekankan Pasal 21 KUHAP yang mengatur syarat-syarat penahanan, yang seharusnya mempertimbangkan prinsip keadilan dan kemanusiaan. Mereka menegaskan bahwa Mami Uthe selalu kooperatif dan tidak memiliki potensi untuk melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
𝐊𝐨𝐫𝐛𝐚𝐧 𝐒𝐢𝐬𝐭𝐞𝐦 𝐝𝐚𝐧 𝐓𝐮𝐧𝐭𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐚𝐝𝐢𝐥𝐚𝐧
Lebih lanjut, tim kuasa hukum mengungkapkan bahwa Mami Uthe bukan hanya menghadapi tuduhan sebagai mucikari, melainkan juga telah melaporkan balik pihak manajemen. Mereka menuding bahwa manajemen justru memiliki peran sentral dan tanggung jawab besar dalam skema operasional yang menjadi pokok permasalahan.
"Klien kami adalah korban dari sistem yang menjerumuskan. Seharusnya manajemenlah yang bertanggung jawab penuh atas semua bentuk aturan kerja di tempat tersebut," tegas Angga. Pernyataan ini membuka dimensi baru dalam kasus ini, mengindikasikan adanya dugaan keterlibatan pihak lain yang memiliki kendali lebih besar dalam operasional.
Angga berharap agar pihak Kejaksaan dapat mempertimbangkan permohonan untuk memberikan penahanan kota bagi Mami Uthe, mengingat kondisi dan peran sebenarnya yang diyakini bukan sebagai pelaku utama. Kasus ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi penegak hukum untuk mengkaji lebih cermat tanggung jawab pidana dalam struktur hierarki operasional tempat hiburan, serta memastikan prinsip keadilan ditegakkan secara menyeluruh bagi semua pihak yang terlibat.(***)
𝐓𝐈𝐌/𝐑𝐞𝐝