𝐂𝐢𝐥𝐚𝐜𝐚𝐩, 𝐦𝐞𝐝𝐢𝐚𝐫𝐞𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚𝐧𝐞𝐰𝐬 𝐜𝐨𝐦 - Di tengah geliat pembangunan desa dan upaya membuka akses ekonomi masyarakat, sebuah ironi menyayat hati terjadi di Kecamatan Karangpucung, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Penebangan hutan yang dilakukan Perhutani di desa-desa seperti Ciruyung, Sidamulya, Pamulian, dan Surusunda, yang seyogyanya membawa manfaat, kini justru meninggalkan duka dan kerugian mendalam. Agus Adi Priyanto, seorang aktivis pemerhati kebijakan publik menyoroti dampak buruk yang harus ditanggung masyarakat.
Jalan kabupaten yang merupakan denyut nadi transportasi ekonomi warga dari sektor pertanian, peternakan, hingga akses pendidikan dan kesehatan, kini terganggu. Kerusakan parah ini tak lain disebabkan oleh lalu lintas kendaraan berat bermuatan kayu dari kawasan hutan Perhutani yang melintas.
Masyarakat hanya bisa menelan pil pahit, biaya transportasi melonjak, pemasaran hasil bumi terhambat, anak-anak sekolah kesulitan mencapai bangku belajar, dan layanan kesehatan kian sulit dijangkau.
Yang kian memperparah keadaan, Perhutani disinyalir tidak memiliki alokasi anggaran atau bahkan kewenangan untuk memperbaiki kerusakan jalan yang mereka timbulkan. Aturan formal yang kaku dan tumpang tindih menjadi perisai bagi mereka untuk lepas tangan.
Agus melihat ini sebagai celah kebijakan yang merugikan masyarakat. Ketika pemerintah daerah berupaya mengalokasikan dana APBD untuk perbaikan, jalan tak lama kemudian kembali rusak dilindas roda besi pengangkut kayu.
Sebuah siklus yang tak berkesudahan, membuang anggaran negara dan mengikis kepercayaan masyarakat.
Kepala Desa se-Kecamatan Karangpucung telah berjuang menyuarakan penderitaan warganya, bahkan menemui Bupati pada 16 Juni 2025 lalu, memohon solusi dan kebijakan yang memihak rakyat. Namun, hingga kini, jalan tetap rusak, dan beban berat terus dipikul masyarakat kecil.
Agus mempertanyakan, apakah masyarakat hanya bisa pasrah? Apakah mereka hanya menjadi penonton atas pembangunan yang sia-sia, anggaran yang terkuras percuma, dan dampak ekonomi yang terus menghimpit?
Dalam pandangannya, sudah saatnya negara hadir secara utuh. Ia menekankan perlunya kejelasan regulasi dan kolaborasi lintas sektor yang kuat antara pemerintah daerah, Perhutani, dan lembaga legislatif. Ini hal yang sangat krusial, agar kerugian yang dialami masyarakat tidak terus berulang.
"Jangan biarkan rakyat hanya menjadi penonton dalam kerusakan yang mereka tidak ciptakan, tapi harus mereka tanggung," tegas Agus.
Karena pada akhirnya, jika negara gagal melindungi akses dasar masyarakat, seperti jalan yang layak, maka pembangunan akan kehilangan maknanya, dan kepercayaan rakyat pun perlahan terkikis. Agus menyerukan agar kebijakan publik benar-benar berpihak pada rakyat, bukan sebaliknya. (***)
(Buyung)