PURWOKERTO, MEDIAREALITANEWS.COM - Upaya pelestarian budaya dan pembentukan karakter berbasis lokal kembali digaungkan dari jantung pendidikan Banyumas. Bertempat di bangsal utama SMAN 1 Purwokerto, Sabtu (19/7/2025) para alumni lintas angkatan berkumpul dalam kegiatan Sarasehan Karakter dan Budaya Banyumasan II yang mengangkat tema Bahasa Penginyongan dan Karakter Penggunaannya.” Acara ini digelar oleh Geliat SMANSA (Gerakan Alumni Peduli Almamater SMAN 1 Purwokerto), sebuah gerakan inisiatif alumni yang terus aktif berkontribusi bagi almamater mereka melalui kegiatan edukatif, budaya, dan sosial.
Kegiatan dimulai sejak pagi hari dengan registrasi peserta dan penyambutan oleh panitia. Suasana kekeluargaan dan semangat kebudayaan langsung terasa ketika MC membuka acara dan para hadirin menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Menariknya, sebagian besar peserta dan pengisi acara adalah alumni SMAN 1 Purwokerto dari berbagai generasi, termasuk perwakilan dari IKASMANSA (Ikatan Alumni SMANSA) purwokerto yang turut hadir memberi dukungan moril pada penyelenggaraan acara ini.
Tak lama setelah pembukaan, para siswa aktif SMANSA yang tergabung dalam ekstrakurikuler seni turut tampil membawakan Calung dan Tari Lengger, dua kesenian khas Banyumasan yang sarat makna. Penampilan mereka menjadi simbol kesinambungan budaya antar generasi dari alumni kepada adik-adik kelas yang kini menjadi penjaga baru warisan lokal Banyumas.
Ketua panitia acara, Kang Anton (alumni angkatan 91) dalam sambutannya menyampaikan bahwa bahasa Penginyongan bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga jendela karakter masyarakat Banyumas yang blaka suta (terus terang), egaliter, dan membumi. Ia menegaskan pentingnya menjadikan bahasa daerah sebagai bagian dari pendidikan karakter di sekolah, khususnya di tengah tantangan budaya global dan media digital yang kian menjauhkan generasi muda dari identitas lokal mereka.
Kepala SMAN 1 Purwokerto, Drs. Tjaraka Tjunduk Karsadi, M.Pd, turut memberikan sambutan, mengapresiasi keterlibatan alumni yang terus aktif membangun hubungan positif dengan sekolah dan siswa. Dalam pandangannya, kegiatan seperti ini memiliki nilai strategis karena menggabungkan nilai sejarah, budaya, dan pendidikan karakter dalam satu ruang pembelajaran yang hidup.
Sementara itu, perwakilan Bupati Banyumas yang hadir dalam acara ini, yaitu Drs. Setia Rahendra, M.Si selaku Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas, menyampaikan dukungan penuh terhadap inisiatif komunitas seperti Geliat SMANSA. Menurutnya, budaya Banyumasan memiliki daya hidup yang kuat karena ditopang oleh masyarakat yang bangga terhadap identitasnya, dan sekolah adalah tempat yang tepat untuk menjaga nyala itu tetap menyala.
Bagian inti dari sarasehan ini adalah talkshow bersama Ahmad Tohari, sastrawan nasional kelahiran Banyumas yang dikenal melalui trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk. Talk show ini dimoderatori oleh dua tokoh penggiat budaya Banyumas yaitu Andy Ismer dan Trisnatun. Dalam dua sesi talkshow yang disampaikan dengan gaya khasnya yang tenang namun tajam, Tohari membahas pentingnya bahasa Penginyongan sebagai cermin karakter masyarakat. Ia menyebut bahasa ini sebagai bahasa yang tidak berdandan, karena tampil apa adanya, jujur, dan sangat membumi.
“Bahasa Penginyongan itu membentuk watak", Dari tutur katanya saja, sudah kelihatan, ada rasa setara, tidak ingin lebih tinggi dari lawan bicara. Itu menciptakan karakter masyarakat yang tidak sok, tidak manipulatif, ujarnya.Tohari juga mendorong agar pelajar hari ini kembali bangga menggunakan bahasa daerahnya, bukan sekadar sebagai alat komunikasi, tetapi sebagai bentuk penghargaan terhadap akar dan nilai hidup.
Di antara dua sesi talkshow, penonton disuguhi penampilan Begalan dan Dalang Jemblung, dua kesenian lisan khas Banyumasan yang menggabungkan humor, nasihat hidup, dan kritik sosial. Keduanya dibawakan dengan apik oleh alumni yang juga seniman lokal, membuktikan bahwa warisan budaya bisa tetap hidup jika dijaga dan dirawat bersama.
Acara ditutup dengan sesi foto bersama seluruh peserta dan panitia, diiringi musik Ricik-ricik Banyumasan, yang membawa suasana syahdu sekaligus hangat. Momen ini menjadi penutup yang manis dari sebuah rangkaian acara yang tidak hanya merayakan budaya, tetapi juga merawat hubungan antar generasi alumni dan pelajar.
Sarasehan Karakter dan Budaya Banyumasan II ini membuktikan bahwa pendidikan karakter yang kuat tidak harus selalu datang dari luar. Justru, akar budaya lokal seperti bahasa Penginyongan adalah modal besar dalam membentuk pelajar yang tangguh, jujur, dan berkarakter. Dengan sinergi antara alumni, sekolah, dan komunitas budaya, SMANSA Purwokerto sekali lagi menegaskan diri sebagai pusat pendidikan yang bukan hanya mencetak cerdas-cendekia, tetapi juga manusia yang utuh, berbudaya, dan membumi.***