𝐁𝐚𝐧𝐲𝐮𝐦𝐚𝐬, 𝐦𝐞𝐝𝐢𝐚𝐫𝐞𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚𝐧𝐞𝐰𝐬.𝐜𝐨𝐦 – Pengembalian aset lahan Kebondalem ke Pangkuan Pemkab Banyumas setelah bertahun-tahun menjadi sengketa justru memicu polemik baru. Ananto Widagdo, S.H., S.Pd., kuasa hukum masyarakat Banyumas, dengan tegas mempertanyakan sikap Pemkab dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah terkait proses serah terima dan pembiaran aset senilai ratusan miliar rupiah tersebut.
Dalam konferensi pers, Ananto mengungkapkan kekecewaannya atas proses hukum yang ia nilai tidak transparan dan tidak tuntas. Meskipun aset telah diserahkan dari Kejati Jateng kepada Bupati Banyumas pada Rabu, 4 Maret 2025, Ananto mempertanyakan mengapa Kejati tidak terlebih dahulu menaikkan status penyidikan, menetapkan tersangka, atau menyita barang bukti secara sah.
"Ini ada apa? Objek ini adalah laporan di Tipikor Bareskrim Mabes Polri. Semua ini tidak boleh diserahterimakan begitu saja tanpa penyitaan yang sah dari aparat penegak hukum," ujar Ananto, menyoroti adanya kejanggalan dalam prosedur hukum yang ditempuh.
𝐁𝐮𝐩𝐚𝐭𝐢 𝐁𝐚𝐧𝐲𝐮𝐦𝐚𝐬 𝐃𝐢𝐧𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐋𝐚𝐤𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐢𝐚𝐫𝐚𝐧, 𝐖𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐀𝐤𝐬𝐢 𝐍𝐲𝐚𝐭𝐚
Ananto juga menyoroti sikap Bupati Banyumas yang dinilai melakukan pembiaran terhadap aset yang kini sudah menjadi hak Pemkab. Hingga saat ini, lahan Kebondalem masih dikuasai oleh penghuni ilegal yang tidak memberikan kontribusi finansial apa pun kepada Pemkab. Kondisi ini membuat Pemkab Banyumas terus-menerus mengalami kerugian.
"Kenapa Bupati tidak segera melakukan optimalisasi aset? Justru hingga berita ini diturunkan, bupati masih melakukan pembiaran," kritik Ananto. "Ada apa dengan ini? Masyarakat sudah bertahun-tahun menunggu kepastian."
Menurut Ananto, sikap bupati yang pasif dan lamban ini mengindikasikan adanya penyalahgunaan wewenang dan ketidakseriusan dalam menegakkan hukum. Ia mendesak agar bupati segera mengambil tindakan tegas, menertibkan penghuni ilegal, dan mengoptimalkan aset Kebondalem demi kepentingan masyarakat Banyumas.
Aset Kebondalem ini bukan sekadar properti, melainkan juga harapan masyarakat yang telah lelah berjuang melalui berbagai jalur hukum, bahkan sampai mengirimkan surat terbuka kepada Presiden kala itu. Warga menuntut agar drama panjang ini segera diakhiri dengan tindakan yang profesional, transparan, dan sesuai hukum yang berlaku.(*)
𝐊𝐑𝐓.𝐀𝐫𝐝𝐡𝐢 𝐒𝐨𝐥𝐞𝐡𝐮𝐝𝐢𝐧,𝐖.