𝐉𝐞𝐫𝐢𝐭 𝐇𝐚𝐭𝐢 𝐈𝐛𝐮 𝐑𝐢𝐧𝐢: 𝐁𝐚𝐲𝐢 𝟗 𝐁𝐮𝐥𝐚𝐧 𝐈𝐤𝐮𝐭 𝐌𝐞𝐧𝐝𝐞𝐤𝐚𝐦, 𝐒𝐢𝐬𝐢 𝐆𝐞𝐥𝐚𝐩 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐠𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐇𝐮𝐤𝐮𝐦 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐢𝐧𝐢𝐦 𝐄𝐦𝐩𝐚𝐭𝐢


𝐉𝐀𝐖𝐀 𝐓𝐄𝐍𝐆𝐀𝐇, 𝐦𝐞𝐝𝐢𝐚𝐫𝐞𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚𝐧𝐞𝐰𝐬. 𝐜𝐨𝐦 – Kasus penahanan seorang ibu muda bernama Rini dari Sumedang, Jawa Barat, di Polres Jakarta Pusat telah menjadi sorotan tajam publik. Kasus ini mengundang pertanyaan besar tentang implementasi semangat “Polri Presisi” dan nilai-nilai kemanusiaan dalam penegakan hukum di Indonesia.


Pada awalnya, Rini hadir sebagai saksi dalam sebuah kasus perdata. Namun, dalam proses yang dinilai janggal, statusnya secara drastis berubah. Pada hari Jumat, 1 Agustus 2025, ia langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan seketika setelah selesai diperiksa, tanpa mempertimbangkan kondisi yang sangat miris.


Ironisnya, penahanan tersebut dilakukan tanpa empati, memaksa Rini mendekam di balik jeruji bersama bayi yang masih berusia 9 bulan. Sebuah foto yang diunggah di media sosial menggambarkan kondisi pilu ini, di mana Rini terbaring lesu di lantai beralaskan kain tipis, sementara sang bayi tertidur di sampingnya. Pemandangan ini seolah menampar keras semangat pelayanan humanis yang selama ini dicanangkan.


𝐊𝐫𝐢𝐭𝐢𝐤 𝐊𝐞𝐫𝐚𝐬 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐏𝐮𝐛𝐥𝐢𝐤


KRT. Ardhi Solehudin, seorang pengamat integritas publik sekaligus pemilik media, melalui unggahannya pada 3 Agustus 2025, secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap tindakan aparat. "Kasus ini menjadi cermin bahwa semangat Polri Presisi yang humanis belum sepenuhnya terwujud. Di mana empati dan pertimbangan kemanusiaan dalam setiap langkah hukum?" tanyanya.


Kasus ini juga memicu perhatian luas dari wartawan sebagai kontrol sosial yang melihat langsung kenyataan di lapangan. Publik mempertanyakan apakah penegak hukum telah bertindak sesuai dengan kebijaksanaan dan aturan yang seharusnya. Kritikan juga mengarah pada minimnya fasilitas khusus bagi perempuan dan anak, terutama bayi, dalam situasi hukum seperti ini.


𝐇𝐮𝐤𝐮𝐦 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐦𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚𝐚𝐧: 𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐏𝐞𝐥𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐀𝐭𝐮𝐫𝐚𝐧?


Tindakan penahanan yang tidak memperhatikan kondisi bayi berusia 9 bulan ini dapat dinilai melanggar beberapa prinsip dasar. Penegak hukum semestinya mengedepankan hak-hak anak dan perempuan, sebagaimana diatur dalam berbagai undang-undang dan konvensi, di mana kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan utama. 𝐌𝐞𝐧𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐢𝐛𝐮 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐛𝐚𝐲𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐭𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐟𝐚𝐬𝐢𝐥𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐥𝐚𝐲𝐚𝐤 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐡𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐫 𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚, 𝐭𝐞𝐭𝐚𝐩𝐢 𝐣𝐮𝐠𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐞𝐝𝐞𝐫𝐚𝐢 𝐫𝐚𝐬𝐚 𝐤𝐞𝐚𝐝𝐢𝐥𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐫𝐢𝐤𝐞𝐦𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚𝐚𝐧.


Publik berharap kasus ini menjadi momentum evaluasi serius bagi seluruh aparat penegak hukum. Perlu adanya perbaikan menyeluruh dalam prosedur penahanan, terutama yang melibatkan perempuan dan anak. Harapan ini muncul dari keprihatinan mendalam terhadap kondisi Rini dan bayinya, serta demi tegaknya hukum yang tidak hanya tegas, tetapi juga berhati nurani.(***) 


𝚃𝙸𝙼/𝚁𝚎𝚍

Lebih baru Lebih lama