𝐏𝐨𝐥𝐞𝐦𝐢𝐤 𝐈𝐮𝐫𝐚𝐧 𝐒𝐞𝐤𝐨𝐥𝐚𝐡: 𝐖𝐚𝐥𝐢 𝐌𝐮𝐫𝐢𝐝 𝐒𝐌𝐏 𝐍 𝟐 𝐊𝐚𝐥𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚𝐡 𝐊𝐮𝐤𝐮𝐡 𝐊𝐥𝐚𝐢𝐦 𝐈𝐮𝐫𝐚𝐧 𝐑𝐩 𝟑𝟎𝟎 𝐑𝐢𝐛𝐮, 𝐊𝐞𝐩𝐚𝐥𝐚 𝐒𝐞𝐤𝐨𝐥𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐠𝐚𝐬 𝐁𝐚𝐧𝐭𝐚𝐡 𝐀𝐝𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐏𝐮𝐧𝐠𝐮𝐭𝐚𝐧

 


𝐏𝐔𝐑𝐁𝐀𝐋𝐈𝐍𝐆𝐆𝐀, 12 Desember 2025 – Isu penggalangan dana di SMP Negeri 2 Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, menjadi sorotan lantaran adanya perbedaan keterangan yang kontras antara pengakuan wali murid dan bantahan resmi dari pihak sekolah. Wali murid tetap bersikukuh bahwa terdapat penetapan nominal, sementara Kepala Sekolah menegaskan bahwa seluruhnya adalah Sumbangan Sukarela yang sah secara hukum.

𝐊𝐞𝐬𝐚𝐤𝐬𝐢𝐚𝐧 𝐖𝐚𝐥𝐢 𝐌𝐮𝐫𝐢𝐝: 𝐍𝐨𝐦𝐢𝐧𝐚𝐥 𝐑𝐩 𝟑𝟎𝟎 𝐑𝐢𝐛𝐮 𝐓𝐞𝐭𝐚𝐩 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐢𝐤𝐚𝐭

Berdasarkan temuan awal media dan klarifikasi ulang terhadap beberapa orang tua/wali murid yang meminta identitasnya dirahasiakan, terdapat kesamaan pengakuan mengenai beban biaya yang dirasakan mengikat.

Para orang tua tersebut tetap bersikukuh bahwa saat musyawarah komite, nominal sumbangsih yang dianjurkan dan menjadi patokan adalah sebesar Rp 300.000 per siswa.

"Setelah diklarifikasi ulang, kami tetap pada keterangan awal. Memang disebutkan bahwa sumbangsih itu sukarela, tapi pada kenyataannya nominal Rp 300 ribu itu yang dominan dan menjadi acuan. Kalau memang sukarela, kenapa sampai ada mekanisme yang menyarankan kami membuat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM)? Itu membuat kami merasa wajib bayar, kecuali kami bisa menunjukkan SKTM," ujar salah satu wali murid yang mengaku telah membayar.

Menurut mereka, mekanisme tersebut membuat sifat sumbangan menjadi de facto Pungutan, meskipun tujuan dana tersebut untuk pembangunan pagar sekolah (program tahun lalu) dan membantu membayar gaji Guru Honorer.

𝐁𝐚𝐧𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐓𝐞𝐠𝐚𝐬 𝐊𝐞𝐩𝐚𝐥𝐚 𝐒𝐞𝐤𝐨𝐥𝐚𝐡: 𝐈𝐭𝐮 𝐌𝐮𝐫𝐧𝐢 𝐒𝐮𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐢𝐝𝐢𝐤𝐚𝐧

Menanggapi keterangan dari para wali murid tersebut, Kepala Sekolah SMP N 2 Kalimanah memberikan bantahan total terhadap semua tudingan penetapan nominal dan praktik Pungutan Liar (Pungli).

Kepala Sekolah menegaskan bahwa seluruh keterangan wali murid yang mengklaim adanya penetapan Rp 300.000 tidak benar.

"Kami membantah keras adanya penetapan nominal. Itu murni Sumbangan Pendidikan yang Sukarela, tidak ada paksaan. Sekolah negeri diperbolehkan menerima Sumbangan Sukarela sesuai Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, asalkan nominal tidak ditentukan dan tidak mengikat," tegas Kepala Sekolah.

𝐏𝐢𝐡𝐚𝐤 𝐒𝐞𝐤𝐨𝐥𝐚𝐡 𝐣𝐮𝐠𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐧𝐭𝐚𝐡 𝐝𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐤𝐥𝐚𝐫𝐢𝐟𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢 𝐛𝐞𝐛𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚 𝐩𝐨𝐢𝐧 𝐮𝐭𝐚𝐦𝐚:

 * 𝐓𝐮𝐣𝐮𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐧𝐚: Dana sumbangan sukarela ini vital untuk membayar Guru Honorer yang tidak terdaftar di Dapodik. Anggaran dari Komite diperlukan karena banyaknya guru yang pensiun dan Dana BOS tidak bisa dialokasikan untuk gaji guru non-Dapodik.

 * 𝐏𝐚𝐠𝐚𝐫 𝐊𝐞𝐥𝐢𝐥𝐢𝐧𝐠: Pembangunan pagar adalah program tahun lalu dan sudah diselesaikan sepenuhnya oleh Komite Sekolah, bukan oleh pihak sekolah.

 * 𝐌𝐞𝐤𝐚𝐧𝐢𝐬𝐦𝐞 𝐒𝐊𝐓𝐌: Saran pengurusan SKTM justru bertujuan untuk melindungi dan menjamin pembebasan total bagi siswa dari keluarga kurang mampu. "Ini adalah bentuk kehati-hatian Komite agar hak pembebasan bagi keluarga miskin tidak terlanggar," tambah Kepala Sekolah.

𝐏𝐞𝐫𝐛𝐞𝐝𝐚𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐭𝐞𝐫𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐉𝐚𝐝𝐢 𝐒𝐨𝐫𝐨𝐭𝐚𝐧

Kontradiksi antara pengakuan wali murid yang merasa terikat pada nominal Rp 300.000 dan bantahan total dari Kepala Sekolah menjadi catatan penting. Secara hukum, Sumbangan tidak boleh ditentukan nominalnya. Jika mayoritas orang tua merasa terikat untuk membayar angka yang sama, hal ini mengindikasikan adanya gap komunikasi atau interpretasi yang rawan mengarah pada dugaan Pungli.

Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga dan Tim Saber Pungli didesak untuk segera turun tangan melakukan audit dan mediasi guna memastikan kepatuhan terhadap Permendikbud 75/2016, sehingga hak-hak siswa dan wali murid terpenuhi, sementara kebutuhan operasional sekolah tetap teratasi secara legal.(*) 


𝐓𝐈𝐌/𝐑𝐞𝐝