Binsan Simorangkir jalani sidang kode etik

JAKARTA – Komisi Kode Etik Profesi Polri (KEPP) menggelar Sidang KEPP dengan terduga AKBP Dr. Binsan Simorangkir, SH, MH di Mabes Polri, Jakarta, 20 September 2021. Binsan Simorangkir mantan penyidik Direktorat Tindak Pidana Khusus dan Ekonomi (Dittipideksus) Bareskrim Mabes Polri didakwa melakukan pelanggaran KEPP berupa pemerasan terhadap warga, Leo Handoko saat bertugas sebagai penyidik.

Sidang tertutup itu menghadirkan Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, sebagai saksi pelapor atas kasus tersebut. Saksi lainnya adalah Parwata, rekan satu team penyidik Binsan Simorangkir yang melakukan tugas penyidikan terhadap Leo Handoko.

AKBP Dr. Binsan Simorangkir, SH, MH, ditemani satu pendamping, seorang Polwan berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). Di sisi lain, 


Hadir sebagai penuntut dua orang Polisi dari unit Biro Pertanggungjawaban Profesi (Birowaprof) Divisi Propam Polri. Majelis Komisioner yang menyidangkan kasus ini diketuai oleh Kombespol Christiyanto bersama seorang wakil ketua dan satu orang anggota.

Saksi korban Leo Handoko bersama kakaknya Ery Biyaya tidak hadir. Keterangan dan kesaksian mereka telah diberikan dalam bentuk tertulis yang diambil team penuntut sebelum persidangan itu digelar.

Pada persidangan sesi pertama, hanya satu Komisioner yang mengajukan berbagai pertanyaan kepada saksi pelapor, Wilson Lalengke, dan saksi dari penyidik, Parwata. 

Majelis mempertanyakan kapasitas Wilson Lalengke yang bertindak sebagai pelapor kasus ini hingga berproses sampai disidangkan di Komisi KEPP. Wilson juga diminta menjelaskan hubungan hukum antara dirinya dengan para korban pemerasan, termasuk awal mula mengetahui adanya dugaan tindak pemerasan yang dilakukan oknum penyidik Bareskrim Mabes Polri terhadap para korban.

"Secara formal, saya diberikan kuasa oleh korban, Ery Biyaya, untuk membuat laporan dalam bentuk Pengaduan Masyarakat (Dumas). Leo Handoko dan kawan-kawan adalah Anggota PPWI yang saya pimpin, dan oleh karena itu saya bertanggung jawab moral untuk membantu mereka dalam kasus ini,” ungkapnya.

Ketum PPWI itu menceritakan kronologis dirinya mendapatkan informasi dan data dari korban Ery Biyaya yang selanjutnya ditindak-lanjuti dengan investigasi lapangan. Semua informasi dan data selanjutnya dituangkan dalam bentuk berita yang ditayangkan di ratusan media massa di seluruh Indonesia yang tergabung dalam PPWI Media Group.

Binsan Simorangkir menyangkal bahwa ia melakukan pemerasan. Menurutnya, para korban yang menawarkan bantuan membangun rumah toko untuk masa pensiunnya. Sebagaimana diketahui bahwa Binsan Simorangkir akan memasuki masa pensiun sekitar 2 tahunan lagi.

“Awalnya mereka bertanya, nanti Pak Binsan kalau sudah pensiun mau usaha apa? Saya jawab saya mau jadi dosen. Mereka tanya lagi, apakah Pak Binsan punya lahan? Saya jawab ada sedikit. Mereka kemudian menawarkan untuk membantu membangun ruko di tanah saya itu,” jelas Binsan Simorangkir.

Salah satu yang menarik dari persidangan ini adalah ketika Wilson Lalengke menjawab pertanyaan apakah dirinya mempunyai KTA PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). “Saya bukan anggota PWI, jadi saya tidak memiliki kartu anggota PWI. Inilah salah satu kesalahan besar dari banyak aparat di mana-mana, yang selalu mengira jika seorang wartawan itu harus menjadi anggota PWI. Sejak reformasi, ada puluhan bahkan ratusan organisasi wartawan di luar PWI yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah organisasi yang saya pimpin, PPWI atau Persatuan Pewarta Warga Indonesia,” sergah tokoh pers nasional yang dikenal gigih membela para wartawan dan warga yang terzolimi di berbagai tempat di nusantara ini.

Ketika semua pihak telah mendapatkan giliran bertanya-jawab dengan kedua saksi, Anggota Majelis Komisioner menyampaikan pesan-pesannya, terutama kepada Ketum PPWI. Poin penting dari pesan dan/atau nasehat yang disampaikan adalah bahwa Majelis menilai apa yang dilakukan oleh saksi Wilson Lalengke bersama jaringan PPWI adalah sesuatu yang baik dan dapat disinergikan dengan institusi Polri dalam rangka kontrol sosial terhadap kinerja anggota Polri di semua lini.

“Apa yang Pak Wilson Lakukan bersama PPWI ini bagus, ini akan sangat membantu kita dalam mengawasi kinerja anggota Polri di lapangan. Namun kami sangat berharap agar lain kali, Pak Wilson jangan mau hadir ke persidangan jika para korban yang bapak bantu tidak mau hadir. Saya menyayangkan sekali, karena terkesan peran Pak Wilson sudah berlebihan dalam membantu korban, sementara mereka sendiri seakan tidak peduli dengan perkara yang sedang bapak bantu ini. Sangat disayangkan jika justru Pak Wilson nanti dijadikan sebagai tameng atau bamper para korban ya. Itu saja, setuju Pak Wilson?” kata Anggota Majelis Komisioner yang dijawab singkat oleh Wilson Lalengke dengan kata “Setuju Yang Mulia.” ***
Lebih baru Lebih lama