𝐏𝐞𝐫𝐞𝐛𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐇𝐚𝐤 𝐓𝐚𝐧𝐚𝐡 𝐋𝐞𝐥𝐮𝐡𝐮𝐫: 𝐏𝐚𝐬𝐚𝐧𝐠 𝐏𝐥𝐚𝐧𝐠 𝐒𝐞𝐧𝐠𝐤𝐞𝐭𝐚, 𝐀𝐡𝐥𝐢 𝐖𝐚𝐫𝐢𝐬 𝐋𝐚𝐩𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐂𝐢𝐥𝐨𝐧𝐠𝐨𝐤 𝐌𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐊𝐞𝐚𝐝𝐢𝐥𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐁𝐮𝐩𝐚𝐭𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐁𝐏𝐍

 


𝐁𝐚𝐧𝐲𝐮𝐦𝐚𝐬, 𝐦𝐞𝐝𝐢𝐚𝐫𝐞𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚𝐧𝐞𝐰𝐬 𝐜𝐨𝐦 – Senin, 25 Agustus 2025 Konflik sengketa lahan Lapangan Desa Cilongok memanas setelah ahli waris pemilik tanah memasang plang bertuliskan "Tanah Sengketa" di pintu masuk lapangan. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes keras terhadap Pemerintah Desa Cilongok atas penerbitan Sertifikat Hak Pakai (SHP) yang dinilai merampas hak atas tanah leluhur.


Kuasa hukum ahli waris, Ananto Widagdo, S.H., S.Pd., dalam keterangan persnya menegaskan bahwa tidak pernah ada hibah atau penyerahan tanah tersebut kepada pihak mana pun. Tanah seluas 1,1 hektar itu, yang dibangun sebagai lapangan sepak bola sejak tahun 1965-1967, tetap sah milik para ahli waris.


"Bahwa, para pemilik/ahli waris dari tanah lapangan cilongok pada waktu itu hanya meminjamkan lahan ini. Sertifikat Hak Pakai yang diterbitkan atas nama Pemerintah Desa Cilongok cacat hukum," tegas Ananto. "Kami menuntut pembatalan sertifikat tersebut dan meminta kompensasi atas penggunaan lahan sejak tahun 1967."


𝐁𝐨𝐧𝐠𝐤𝐚𝐫 𝐊𝐞𝐣𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥𝐚𝐧 𝐁𝐮𝐤𝐮 𝐂 𝐃𝐞𝐬𝐚


Ananto juga menyoroti adanya dugaan pelanggaran hukum serius dalam administrasi pertanahan di tingkat desa. Pada 14 Agustus 2025, pihaknya menemukan kejanggalan mencolok pada Buku C Desa. Halaman dan nomor urut kepemilikan tanah ditemukan meloncat-loncat, mengindikasikan adanya upaya rekayasa data.

"Ini bukan kelalaian biasa. Hilangnya halaman penting pada buku desa tidak bisa dianggap sepele. Secara administrasi, Buku C Desa seharusnya tidak bisa diubah begitu saja tanpa jejak yang jelas," tambahnya.


𝐁𝐮𝐩𝐚𝐭𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐂𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐢


Ananto menyampaikan, kasus sengketa ini sudah diketahui secara jelas oleh Bupati Banyumas dan Camat Cilongok. Kehadiran camat dalam mediasi menunjukkan bahwa pihak berwenang di tingkat kabupaten dan kecamatan sudah terlibat. "Kami sudah sampaikan temuan ini kepada Bupati. Kami berharap mereka bisa memberikan ruang untuk penyelesaian sengketa ini secara adil," ujar Ananto.


Perwakilan ahli waris yang enggan disebutkan namanya menyatakan perjuangan mereka adalah wujud perlawanan atas ketidakadilan. "Kami akan berjuang sampai titik darah penghabisan, sama seperti para pejuang kemerdekaan kita, untuk memastikan tanah ini kembali ke pemilik yang sah," tegasnya.


Pihak ahli waris berharap kasus ini menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk menuntaskan dugaan pelanggaran ini. Mereka juga berharap kasus ini menjadi pelajaran agar tidak ada lagi desa-desa lain yang melakukan praktik serupa yang merugikan masyarakat.(*) 


𝐓𝐈𝐌/𝐑𝐞𝐝

Lebih baru Lebih lama