𝐁𝐀𝐍𝐘𝐔𝐌𝐀𝐒, 𝐦𝐞𝐝𝐢𝐚𝐫𝐞𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚𝐧𝐞𝐰𝐬 𝐜𝐨𝐦 – Kamis 7 Agustus 2025 Seorang warga Kabupaten Banyumas bernama Aji Wibowo, warga Desa Jambu RT. 03 RW. 08, Kecamatan Wangon, merasa terkejut dan keberatan setelah mendapatkan surat tagihan utang kartu kredit Bank BRI. Ia menilai tagihan tersebut fiktif, karena kartu kredit yang dimaksud tidak pernah diaktifkan atau digunakan untuk transaksi apa pun.
Menurut keterangan Aji Wibowo, pada tahun 2023 ia memang pernah meminjam dana dari Bank BRI yang saat ini sudah lunas. Beberapa minggu setelah pencairan pinjaman tersebut, ia mendapatkan kiriman sebuah kartu kredit melalui pos. Namun, sejak diterima hingga saat ini, kartu tersebut hanya ia simpan dan tidak pernah diaktifkan.
Kejanggalan ini semakin menjadi sorotan karena surat perintah tagih dengan Nomor Akun 5188560207764800, yang mencantumkan total tagihan sebesar Rp 5.928.162, dikirimkan oleh pihak ketiga bernama PT. Aqween Pratama Semarang sebagai Cross Selling DIAN.
Hal yang lebih miris, penagihan tersebut tidak dilakukan oleh perwakilan resmi dari Bank BRI, melainkan oleh sebuah organisasi masyarakat (ormas) yang menyodorkan bukti tagihan melalui pesan WhatsApp.
"Saya punya kartunya, tapi tidak pernah saya gunakan. Jadi sangat tidak masuk akal jika tiba-tiba ada tagihan sebesar ini. Ini jelas bukan utang saya," tegas Aji Wibowo.
Awak media mencoba menghubungi nomor telepon yang tertera pada surat tagihan tersebut untuk mendapatkan konfirmasi dari pihak yang bersangkutan, namun tidak ada jawaban.
𝐏𝐞𝐧𝐭𝐢𝐧𝐠 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐃𝐢𝐤𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐢: 𝐏𝐫𝐨𝐬𝐞𝐝𝐮𝐫 𝐏𝐞𝐧𝐚𝐠𝐢𝐡𝐚𝐧 𝐔𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐫𝐥𝐢𝐧𝐝𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐊𝐨𝐧𝐬𝐮𝐦𝐞𝐧
Kasus yang dialami Aji Wibowo ini bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat. Sesuai aturan perbankan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada prosedur ketat yang harus diikuti dalam penagihan utang:
-- Validasi Utang: Setiap konsumen berhak meminta bukti otentik dan validasi langsung dari pihak bank mengenai utang yang ditagihkan. Jika kartu kredit tidak pernah diaktifkan atau digunakan, konsumen pada umumnya tidak memiliki kewajiban untuk membayar tagihan.
-- Penagih Resmi: Penagih utang harus merupakan pihak yang memiliki sertifikasi resmi dan bekerja di bawah naungan bank. Organisasi masyarakat atau pihak ketiga yang tidak memiliki otoritas resmi dan tidak terikat kontrak yang jelas dengan bank tidak berhak melakukan penagihan, apalagi dengan cara yang tidak etis atau intimidatif.
-- Pelaporan: Jika mengalami kejanggalan atau merasa dirugikan, masyarakat disarankan untuk segera melapor ke pihak bank terkait atau OJK sebagai lembaga yang berwenang.
Kasus ini menyoroti pentingnya kewaspadaan terhadap modus penagihan yang tidak lazim dan berpotensi merugikan, serta pentingnya mengenali hak-hak konsumen.(*)
𝐓𝐈𝐌/𝐑𝐞𝐝