BPK temukan kelebihan pembayaran oleh Pemprov DKI Jakarta mencapai Rp 6,52 miliar


JAKARTA - Pengadaan beragam alat transportasi pemadam kebakaran, termasuk robot LUF 60 yang dibanggakan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta ternyata bermasalah. Sesuai catatan Badan Pengelola Keuangan (PBK) Daerah Provinsi DKI Jakarta, pengadaan mobil damkar di tahun 2019 itu bermasalah dari sisi harga kontrak dengan temuan harga riil dari BPK.


Dilansir dari Buku I Laporan Keuangan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019 yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat perbedaan harga riil dan nilai kontrak pengadaan yang besar yaitu total Rp 6,5 miliar. Kelebihan uang senilai Rp 6,52 miliar diminta dikembalikan ke kas daerah, dan diminta agar kejadian tersebut tidak terulang kembali.


Pengadaan paket pekerjaan unit submersible diketahui memiliki harga riil Rp 9,03 miliar, sedangkan nilai kontrak senilai Rp 9,79 miliar.


Untuk paket pekerjaan unit quick response yang harga riilnya mencapai Rp 36,2 miliar, nilai kontrak yang dibayar Pemda DKI Rp 39,68 miliar.


Untuk Unit Penanggulangan Kebakaran pada Sarana Transportasi Masal harga riil Rp 7,01 miliar, sedangkan nilai kontrak dibayar Rp 7,86 miliar.


Untuk unit pengurai material kebakaran harga riil Rp 32,05 miliar, sedangkan nilai kontrak mencapai Rp 33,49 miliar.


Total selisih harga yang dibayar Pemprov DKI dengan harga riil yang diungkapkan BPK mencapai Rp 6,52 miliar.


Diminta kembalikan selisih harga


Setelah mengungkap fakta selisih harga tersebut yang dinilai akan menimbulkan kerugian negara jika tidak dikembalikan, BPK kemudian memberikan rekomendasi kepada Anies agar menginstruksikan kepada pejabat pemegang keuangan untuk lebih cermat mengawasi pelaksanaan tugas bawahannya.


Begitu juga meminta Anies menginstruksikan kepala Badan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa (BPPBJ) untuk memerintahkan Pokja BJP A dan BJP F agar lebih cermat dalam melakukan pembuktian evaluasi atas kualifikasi peserta lelang.


Rekomendasi terakhir atas temuan tersebut, BPK meminta Anies untuk menginstruksikan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi dan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan untuk memerintahkan PPK pengadaan pembangunan PLTS Atap On Grid dan PPK Kegiatan Penyediaan alat-alat angkutan darat bermotor pemadam kebakaran/mobil pompa untuk mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran tersebut.


Dinilai sebagai kecerobohan


Seperti dilaporkan oleh Kompas anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta August Hamonangan mengatakan, kelebihan bayar yang dilakukan Pemprov DKI merupakan kecerobohan yang sangat fatal.


"Pemprov DKI sangat ceroboh dan tidak transparan dalam mengelola keuangan rakyat," kata August dalam keterangan tertulis, Selasa (13/4/2021).


August mengatakan, selisih harga yang terpaut miliaran rupiah tersebut merupakan bentuk dari kegagalan Pemprov DKI untuk lebih teliti dalam pengadaan barang.


Semestinya, selisih harga miliaran rupiah itu bisa membiayai ratusan hidran mandiri yang akhirnya tidak diketahui kejelasan uangnya.


"Tidak heran masih ditemukan anggaran janggal dan kemahalan seperti mobil pemadam ini, selisih miliaran rupiah ini harusnya bisa membiayai hidran mandiri yang lebih bermanfaat untuk warga," kata August.


Kecerobohan Pemprov DKI tersebut tentu memiliki pengaruh besar kepada penanganan kebakaran di Jakarta yang saat dinilai August masih buruk.


Buktinya pembelian robot pemadam miliaran rupiah tidak cukup efektif saat melakukan pemadaman saat terjadi kebakaran di beberapa tempat belakang ini, khususnya saat di kawasan padat pemukiman.


Pemprov klaim sudah bayar 90 persen


Kepala Dinas Penanggulangan Bencana Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta Satriadi Gunawan mengatakan Dinas Gulkarmat sudah mengembalikan uang kelebihan bayar terkait pengadaan mobil dan robot pemadam kebakaran.


Besaran yang sudah dikembalikan, kata Satriadi, sudah mencapai 90 persen dari kewajiban Rp 6,5 miliar yang harus dibayarkan.


"Jadi kalau perkembangannya sudah 90 persen sudah kita kembalikan," kata Satriadi saat dihubungi melalui telepon, Rabu (14/4/2021).


Satriadi mengatakan, pihaknya akan patuh pada rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengembalikan uang kelebihan bayar tersebut di tahun ini.  ***

Lebih baru Lebih lama