PP GPI kritisi Polri


JAKARTA - Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam (PP GPI) mengkritisi kinerja 100 hari Jend. Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Salah satu yang dikritisi oleh PP GPI adalah konsep "Presisi Polri". Sebuah konsep kepolisian masa depan. Presisi adalah singkatan dari Prediktif, Responsibilitas, Transparansi dan Berkeadilan.

"Kalau sudah prediktif tidak mungkin seorang teroris bisa masuk dan menjebol benteng pertahanan Mabes Polri yang akhirnya ditembak mati," jelasnya.

M. Sifran Sowakil selaku Wasekjend PP GPI, di Markas Menteng Raya 58 menjelaskan, Polri adalah simbul keamanan negara. Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di negara ini sehingga rakyat merasa nyaman dan tentram (14/5/2021).

Sifran juga menegaskan, bahwa PP GPI dalam waktu dekat ini berencana akan membuat Diskusi Terbuka. Untuk membahas dan mengevaluasi kinerja 100 hari pertama Kapolri.

Ketua Bidang Hukum dan HAM PP GPI Fery Dermawan menambahkan. Fungsi Polri sebagai penegak hukum juga dinilai masih belum maksimal. 

“Penegakan hukum masih tebang pilih, ada pihak-pihak yang dijerat dengan UU ITE karena diduga menebar kebencian dan menyebarkan berita palsu. Sementara ada orang yang tidak dikenakan pasal tersebut padahal perbuatannya sama, hanya karena mereka membela kekuasaan. Ini baru satu contoh, masih banyak lagi,” tambah Fery.

Lanjut Fary, Begitu juga dalam penegakan HAM, masih sangat jauh dari kata memuaskan. Fery mencontohkan penangkapan secara sewenang-wenang yang dilakukan Densus 88 terhadap aktivis eks FPI yang diduga terlibat terorisme.

“Waktu menangkap Munarman itu arogansi anggota Polri cukup gamblang dipertontonkan dimuka publik. Bagaimana orang yang belum tentu bersalah diseret dan didorong masuk kedalam mobil, bahkan memakai alas kaki pun tidak diizinkan. Kemudian matanya ditutup dengan kain, jelas ini melanggar HAM,” ujar Fery.

Penjelasan Polri
Polri sudah memberikan penjelasan terkait mata Munarman ditutup kain hitam dan tangannya diborgol saat dibawa ke Polda Metro. Polri menegaskan Munarman berstatus tersangka teroris saat ditangkap.

"Ada dua hal yang perlu saya jelaskan. Pertama, Munarman waktu ditangkap statusnya sebagai tersangka. Kedua, matanya ditutup, itu standar penangkapan terhadap tersangka teroris yang ditangkap," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan seperti dilansir detikcom.

"Dengan pertimbangan kejahatan teror adalah kejahatan terorganisir yang jaringannya luas. Penangkapan satu jaringan akan membuka jaringan-jaringan yang lainnya," sambungnya.

Ramadhan juga berbicara mengenai efek bahaya dari kelompok teror. Mereka yang ditangkap terkait dugaan terorisme, kata Ramadhan, ditutup wajahnya agar tak bisa mengenali petugas.

"Pertimbangan kedua, sifat bahaya dari kelompok teror yang bisa berujung pada ancaman jiwa petugas lapangan. Maka, untuk mengamankan jiwa petugas lapangan, standarnya, baik yang ditangkap maupun yang menangkap ditutup wajahnya. Supaya tersangka tidak bisa mengenali wajah petugas, sehingga identitas petugas terlindungi. Ini perlindungan terhadap petugas yang menangani kasus terorisme," papar Ramadhan.

Selain itu, Ramadhan menjelaskan penutupan mata terhadap tersangka teroris sudah menjadi standar penanganan internasional. Di negara mana pun, lanjut dia, tersangka teroris pasti diperlakukan seperti itu.

"Ini standar penanganan internasional. Di negara mana pun penangkapan tersangka teroris seperti itu. Diberlakukan standar internasional untuk penanganan terorisme," terangnya.

"Petugas ditutup wajahnya, yang ditangkap ditutup matanya. Dan semua tersangka terorisme, diperlakukan sama. Kita menerapkan asas persamaan di mata hukum," imbuh Ramadhan.

Tanggapan Balik Pengacara
Tim kuasa hukum Munarman menjawab penjelasan dari Polri. Pengacara Munarman, Aziz Yanuar, membandingkan dengan penanganan kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir.

"Kita menolak standar itu. Maksudnya, kita juga punya argumen bahwa Ustaz Abu Bakar Ba'asyir dan yang lain-lainnya, sepengetahuan saya, dan itu kan tidak diatur, menurut saya ya informasinya. Tapi kita hormati pihak kepolisian kalau memang seperti dan kita juga punya argumentasi demikian," kata Aziz di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jalan Dr Sumarno, Cakung, Rabu (28/4). ***
Lebih baru Lebih lama