Pentingnya skenario net zero

JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional menjadi pembicara dalam Tri Hita Karana High Level Climate Forum dengan tema “Aligning for Climate Action on Road to Net Zero Carbon Emission”, Rabu (23/06/2021). Dalam kesempatan tersebut Menteri menyoroti 3 hal.

Pertama, Menteri mengatakan perubahan iklim adalah krisis bersama untuk semua. Dampaknya tidak dibatasi oleh negara. Bukan pula perlombaan untuk bersaing. Oleh karena itu, berjalan bersama-sama dalam mengatasi masalah ini sangat penting. 

“Saya mendesak negara-negara maju untuk meningkatkan bantuan mereka melalui penyebaran teknologi ramah iklim serta memberikan dukungan keuangan yang sesuai dan membuat investasi hijau sektor swasta terjadi di negara-negara berkembang,” ujar Menteri.

Mempertimbangkan rantai pasokan global dan arus barang, kami akan mengabaikan dominasi teknologi rendah karbon oleh negara-negara maju dan menerapkannya secara lebih intensif di negara-negara berkembang. Dalam hal ini, pemodal bertanggung jawab untuk melindungi kepentingan bisnis, meminimalkan risiko keuangan terkait iklim, meningkatkan pengambilan keputusan, dan memberikan strategi keuangan untuk mengurangi emisi karbon.

Kedua, Menteri mengatakan sebagai negara berkembang dengan intensitas emisi yang berpotensi tumbuh selama 30 tahun ke depan, Indonesia perlu menata kembali perekonomiannya ke jalur yang lebih hijau dan berkelanjutan, yang dapat dicapai dengan menerapkan skenario net-zero. 

Dalam perjalanan menuju emisi nol bersih Indonesia, teknologi merupakan kondisi yang memungkinkan untuk keberlanjutan. Teknologi dapat menjadi katalis dalam kotak peralatan pemodal untuk mempercepat tindakan dan kemajuan dalam tujuan keberlanjutan dengan memobilisasi investasi, mengukur risiko perubahan iklim, mendigitalkan pasar untuk pembiayaan infrastruktur berkelanjutan, dan mempersiapkan profesional keuangan dengan keterampilan dan alat digital untuk masa depan yang berkelanjutan.

“Untuk mencapai itu, Indonesia menginginkan teknologi yang inovatif dan mendukung iklim. Dalam hal ini, Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya dapat berkontribusi dalam bentuk kerjasama dalam berbagi pengetahuan dan transfer teknologi yang lebih maju dibandingkan dengan skema yang ada, untuk memastikan bahwa inovasi dapat tersebar luas di seluruh negeri,” lanjut Menteri.

Ketiga, Menteri menilai penting untuk dicatat bahwa Perjanjian Paris menetapkan target mobilisasi dana iklim tahunan sebesar USD 100 miliar pada tahun 2025, dengan negara-negara maju sebagai donor utama. 

“Kami senang dengan pengumuman Presiden AS Joe Biden baru-baru ini bahwa AS akan menggandakan pendanaan iklim publiknya ke negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah pada tahun 2024. Oleh karena itu, kami mengharapkan mobilisasi dana yang lebih kuat untuk perubahan iklim datang dengan berbagai skema, bukan hanya sebagai bantuan pembangunan, tetapi juga sebagai investasi berkelanjutan di sektor-sektor strategis seperti industri, transportasi, dan sektor listrik ke negara-negara berkembang,” tuturnya.***
Lebih baru Lebih lama