Menjadi seorang guru adalah bukanlah hal mudah, perlu ketegaran serta perjuangan, apa lagi menjadi guru di daerah terpencil yang jauh dari pusat keramaian di Sulawesi, 12/06/21.
Mini (28) menceritakan perjuangannya menjadi guru di sekolah SDK terpencil Dongkalan, Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutang, Provinsi Sulawesi Tengah.
"Menjadi guru adalah impian anak bangsa, namun menjadi guru di daerah yang jauh dari keramaian, menempuh jarak puluhan kilometer, meniti jalan setapak dan berpenghasilan Rp 600.000 sedang berangkat ke sekolah harus mengeluarkan uang Rp 50.000 per hari untuk ongkos ojek menurut saya jarang ada yang sanggup," ucapnya.
"Saya mengajar di SDK daerah terpencil mulai 13 Maret Tahun 2018 silam. Setiap hari saya harus berangkat dari rumah pukul 06.00 pagi WITA dan tiba di sekolah pukul 07.30 WITA. Hal ini bukan menjadi keluhan untuk diri saya, karena harapan saya anak-anak di daerah terpencil mengenyam pendidikan yang sama seperti anak-anak di ibukota. Saya berharap anak-anak di sini bisa baca tulis, mengenal internet dan banyak hal tentang dunia luar. Namun apa daya, saya beserta 4 guru lain minim fasilitas. Sekolah juga jauh dikatakan memadai dibanding sekolah-sekolah di kota," jelasnya.
Sementara Yusriani (29) guru di SDK terpencil lain mengatakan ia dan teman teman-teman guru harus siap segala resiko untuk mewujudkan mimpi anak-anak menjadi orang berguna bagi bangsa dan negara.
"Saya berharap pengabdian saya beserta teman-teman guru di daerah Sulawesi Timur ini bisa menjadikan anak-anak didik kami orang yang berguna, bermanfaat serta menjadi bagian dari lembaga pemerintah kelak. Itu akan jadi kebanggaan bagi kami seorang guru. Walau saat ini kami menempuh jarak puluhan kilometer, kami tetap semangat mengabdi kepada bangsa dan negara. Harapan saya sekolah kami mendapat perhatian khusus dan prioritas dari pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat agar anak-anak kami bisa mengenal dunia luar lebih dalam kembali," ungkapnya.
Lebih lanjut ia menambahkan, dalam perjalanan menuju sekolah di samping melalui jalan setapak terkadang khawatir dengan keselamatan karena harus melewati hutan.
"Yang kami takutkan adalah binatang buas dan kemungkinan lain. Untuk saat ini di musim panas jalanan kering mudah untuk dilewati kendaraan roda dua, begitu musim hujan tiba sudah bisa dibayangkan seperti apa perjuangan kami guru-guru di pinggiran. Namun kami bangga menjadi seorang guru, bisa menyalurkan serta memberikan ilmu yang kami miliki untuk anak bangsa, mengharap ridho dan barokah," tuturnya. ***