Inflasi Tinggi, Taliban bingung atur perbankan di Afghanistan

Kelompok Taliban yang berkuasa di Afghanistan mulai kebingungan mengatur likuditas perbankan dan meredam inflasi yang melonjak tinggi. Seperti dilaporkan Reuters, dan dilansir oleh Beritasatu (2/9/2021), kepala bank sentral Afghanistan yang baru diangkat oleh Taliban telah berusaha meyakinkan bank-bank bahwa kelompok itu menginginkan sistem keuangan yang berfungsi penuh.

“Penjabat gubernur bank sentral, Haji Mohammad Idris, bertemu dengan anggota Asosiasi Bank Afghanistan dan bankir lainnya minggu ini, dan mengatakan kepada mereka bahwa Taliban memandang sektor perbankan sebagai keharusan,” kata dua bankir yang menghadiri pertemuan tersebut.

Kelompok milisi yang sekarang menguasai Afghanistan bekerja untuk mencari solusi likuiditas dan inflasi yang meningkat, menurut para bankir yang mengutip perkataan Idris.

Di bawah pemerintahan Taliban sebelumnya antara tahun 1996 dan 2001, Afghanistan memiliki sedikit sektor perbankan yang berfungsi. Meskipun beberapa bank komersial mempertahankan lisensi, tidak ada yang beroperasi dan hanya sedikit pinjaman yang dibuat.

Idris, seorang loyalis Taliban yang tidak memiliki pelatihan keuangan formal atau pendidikan tinggi, ditunjuk sebagai kepala bank sentral pekan lalu.

Menurut salah satu bankir, Mohammad Idris dan timnya tidak memberi tahu para bankir berapa banyak uang tunai yang dapat diakses oleh bank sentral Da Afghanistan Bank (DAB). Mereka juga tidak memberikan indikasi tentang bagaimana Taliban akan mendekati hubungannya dengan Amerika Serikat (AS).

Tampaknya tidak mungkin bahwa para milisi Taliban akan mendapatkan akses cepat ke sebagian besar aset senilai US$10 miliar (Rp 145,5 triliun) yang dimiliki oleh DAB, yang sebagian besar berada di luar negeri.

"Sekitar 80 persen transaksi yang dilakukan bank dalam dolar, jadi sangat penting pemerintah baru menjalin hubungan dengan AS," kata bankir itu.

Seorang bankir lain yang menghadiri pertemuan itu mengatakan prioritas utama bagi bank sentral sekarang adalah agar rekening internasionalnya "tidak diblokir" dan mendapatkan akses ke cadangannya, untuk memungkinkannya menyimpan cukup uang yang beredar.

Para bankir mengatakan sebagian besar bank telah dibuka kembali minggu ini. Tetapi bank-bank beroperasi dengan layanan terbatas, termasuk batas penarikan mingguan sebesar US$ 200 (Rp 2,855 juta) dan beberapa transfer di tengah kekhawatiran likuiditas dan bank koresponden memutuskan hubungan.

Kaum perempuan mencapai sekitar 20% dari staf di beberapa bank, tetapi beberapa karyawati menjauh dari kantor di tengah kekhawatiran bahwa perempuan tidak diizinkan untuk bekerja.***
Lebih baru Lebih lama