Ki Jarkoni Sesepuh Tunggul Sabdo Jati: kidung penolak bala



BATANG - Kidung “Rumekso Ing Wengi” karya Sunan Kalijaga diyakini bisa menjadi tolak bala mengusir pagebluk. Paguyuban Tunggul Sabdo Jati 1610 melakukan kidungan untuk tolak bala Corona, membuang sengkala, setiap Sabtu Kliwon di Desa Tomengan daerah Pegunungan Kamulyan Desa Mojo Tengah Kabupaten Batang, Jawa Tengah hingga dini hari (4/4/2021).


Pagebluk atau pandemi Corona yang melanda setahun lebih sejak Desember 2019 ini menimbulkan penderitaan manusia. Berbagai langkah, dan ikhtiar telah dilakukan untuk menundukkan Covid -19. Dengan mengingatkan manusia kembali melakukan perilaku hidup bersih dan sehat, meningkatkan imunitas, jaga jarak, memakai masker, kerja dari rumah, sekolah di rumah, dan doa bersama sebagai ikhtiar melakukan tolak bala.


"Tolak bala ini dilakukan dengan melakukan kidungan ruwatan,  ditembangkan pada malam hari. Kidung yang paling sering digunakan untuk tolak bala adalah kidung karya Sunan Kalijaga, untuk menyingkirkan bala atau gangguan yang nampak maupun tidak. Kidung ini mengingatkan manusia agar mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga terhindar dari segala musibah dan malapetaka," ungkap Ki Taryanto / Jarkoni.


BACA JUGA:
Jalan ambles menuju Desa Kedungringin dalam perbaikan 


Menurut Ki Taryanto, setelah berdirinya kerajaan Islam di Demak, setiap ada wabah maka pihak kerajaan biasa menggelar kirab bendera Tunggul Wulung yang menjadi pusaka kraton. Bendera dibawa ke segenap pelosok tujuannya meminta doa agar wabah segera berlalu.


Bendera tunggul wulung terbuat dari kain kiswah Ka’bah. Sri Sultan Hamengku Buwono dalam Konggres Umat Islam di Yogyakarta pernah menceritakan perihal bendera itu yang dahulu berasal dari Kraton Demak Bintoro dan kini tersimpan sebagai pusaka di Kraton Yogyakarta.


Paguyuban Tunggul Sabdo Jati 1610 (Ki Jarkoni / Ki Taryanto menggelar acara minggu kliwon yang menjadi agenda rutin komunitas ini. Dari sejak pandemi ini melanda, kegiatan setiap bulan 3 kali dalam satu bulan dilaksanakan hanya 1 kali. Guna mematuhi aturan pemerintah di masa pandemi, tidak boleh berkerumunan lebih dari 50 orang dan melakukan selamatan di rumah masih-masing," ungkapnya.


BACA JUGA:
10 saksi diperiksa terkait korupsi pada PT. Asabri


Kegiatan kidungan dan ruwatan malam bertujuan doa kepada Allah SWT, tolak bala, dan melestarikan kebudayaan Jawa agar tidak punah, dan menyambut dan memperingati ibadah bulan suci Ramadhan (Puasa).


 “Tradisi ruwatan atau barikan ini bertujuan untuk tolak bala agar keadaan lingkungan, bangsa dan negara kita kalis dari sambi kala termasuk agar pagebluk pandemi Covid -19 juga sirna,” ujar Ki Yanto


Ki Taryanto memulai kidung “Kidung Rumeksa Ing Wengi’ yang kemudian diteruskan bergantian menembangkan baik-bait kidungnya. Setelah usai mengumandangkan kidung karya Sunan Walijaga dilanjutkan bersama-sama mendengarkan pesan alam kepada yang hadir agar berhati-hati. 


BACA JUGA:
Polda Metro Jaya luncurkan aplikasi bayar pajak kendaraan secara online


"Jangan mengumbar nafsu angkara agar terhindar dari segala marabahaya dan musibah, jangan merasa bisa, jangan merasa memiliki segalanya, di atas langit masih ada langit," pesan Ki Taryanto.


“Semoga kita selalu  dalam lindungan yang Maha Kuasa. Selamat, dijauhkan dari kesukaran dan kalis dari sambi kala sekaligus pandemi ini cepat usai,” ujar  Ki Taryanto pada pamungkas acara kidungan Ruwatan. 


Hadir dalam acara Sarasehan Dari beberapa wilayah daerah  di Jawa Tengah di antaranya Pekalongan, Temanggung, Kendal, Pemalang, Wonosobo. ***

Lebih baru Lebih lama