𝐊𝐚𝐫𝐭𝐮 𝐏𝐞𝐫𝐬 𝐁𝐨𝐝𝐨𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐫𝐰𝐚𝐡 𝐏𝐫𝐨𝐟𝐞𝐬𝐢 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐞𝐫𝐠𝐞𝐫𝐮𝐬: 𝐃𝐞𝐥𝐚𝐩𝐚𝐧 𝐓𝐚𝐡𝐮𝐧 𝐋𝐚𝐥𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐢𝐧𝐢

 


𝙳𝚒𝚝𝚞𝚕𝚒𝚜 : 𝙰𝚛𝚍𝚑𝚒 𝚂𝚘𝚕𝚎𝚑𝚞𝚍𝚒𝚗

𝐉𝐚𝐰𝐚 𝐓𝐞𝐧𝐠𝐚𝐡, 𝐦𝐞𝐝𝐢𝐚𝐫𝐞𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚𝐧𝐞𝐰𝐬 𝐜𝐨𝐦 - Delapan tahun silam, bak jamur di musim hujan, bermunculan individu dengan kartu identitas pers di berbagai sudut Jawa Tengah. Pertanyaan mendasar yang menggelayuti benak adalah: siapa sebenarnya yang patut disalahkan atas fenomena ini? 


Mengingat esensi profesi wartawan yang sesungguhnya terletak pada kompetensi yang teruji, salah satunya melalui Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang tersertifikasi.

Seorang wartawan profesional idealnya adalah individu yang telah melewati proses pendidikan dan pelatihan jurnalistik yang terstruktur, serta dinyatakan kompeten melalui UKW. 


"Sertifikasi ini menjadi tolok ukur kualitas dan etika dalam menjalankan tugas peliputan dan penulisan berita. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya oknum-oknum yang hanya bermodal kartu pers abal-abal, tanpa memiliki bekal keilmuan dan pemahaman mendalam tentang kode etik jurnalistik."


Lebih memprihatinkan lagi, keberadaan kartu pers tersebut disinyalir tidak hanya digunakan untuk menjalankan tugas jurnalistik yang sebenarnya. Tak sedikit yang memanfaatkan kartu identitas tersebut sebagai alat intimidasi, bahkan sebagai tameng untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Praktik semacam ini jelas mencoreng citra profesi wartawan yang luhur dan merusak kepercayaan publik terhadap media.


Aspek Hukum dan Sanksi bagi Wartawan "Bodong":

Secara hukum positif di Indonesia, tidak ada pasal spesifik yang secara langsung mengatur tentang sanksi pidana bagi seseorang yang mengaku-ngaku sebagai wartawan tanpa memiliki kompetensi yang sah. Namun, beberapa ketentuan hukum dapat diterapkan jika tindakan oknum tersebut melanggar batas-batas tertentu:

 

 * Pasal 378 KUHP tentang Penipuan: Jika oknum yang mengaku wartawan tersebut menggunakan identitas palsunya untuk mendapatkan keuntungan materiil atau immateriil, seperti meminta uang dengan janji pemberitaan atau tidak memberitakan sesuatu, maka dapat dijerat dengan pasal penipuan.


 * Pasal 310 dan 311 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik dan Fitnah: Jika dalam "kegiatan jurnalistiknya" oknum tersebut menyebarkan berita bohong atau mencemarkan nama baik seseorang atau instansi, maka dapat dikenakan pasal pencemaran nama baik atau fitnah.

 

 * Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers: Meskipun tidak secara langsung mengatur sanksi bagi wartawan "bodong", undang-undang ini mengamanatkan bahwa wartawan memiliki kode etik jurnalistik. 


Pelanggaran terhadap kode etik ini, meskipun sanksinya lebih bersifat etis dan organisasi, dapat menjadi dasar bagi organisasi pers untuk mengambil tindakan tegas terhadap anggotanya yang terbukti tidak profesional atau menyalahgunakan identitas.

  

 * Pemalsuan Identitas (Pasal 263 KUHP): Jika kartu pers yang digunakan terbukti palsu atau dipalsukan, maka oknum tersebut dapat dijerat dengan pasal pemalsuan identitas.

Peringatan Tegas:

Fenomena menjamurnya oknum yang mengaku wartawan tanpa kompetensi adalah ancaman serius bagi integritas dan kredibilitas dunia pers. Masyarakat dihimbau untuk lebih kritis dan selektif dalam menerima informasi dari media yang tidak jelas.


Kepada oknum-oknum yang hanya bermodal kartu pers tanpa keahlian dan etika, sadarlah bahwa tindakan Anda tidak hanya merusak citra diri sendiri, tetapi juga mencoreng marwah profesi wartawan yang sesungguhnya. Profesi wartawan adalah panggilan luhur untuk menyampaikan kebenaran dan mengawal kepentingan publik, bukan sekadar alat untuk menakut-nakuti atau mencari keuntungan pribadi.


Organisasi-organisasi pers yang kredibel diharapkan untuk lebih proaktif dalam melakukan verifikasi keanggotaan dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang ciri-ciri wartawan profesional. 


Penegakan etika jurnalistik dan penindakan terhadap praktik-praktik yang merugikan citra pers harus terus digalakkan.

Sudah saatnya kita bersama-sama membersihkan dunia pers dari oknum-oknum yang hanya memanfaatkan atribut wartawan untuk kepentingan sesaat. Marwah profesi harus dikembalikan kepada mereka yang benar-benar memiliki kompetensi, integritas, dan dedikasi untuk menyampaikan kebenaran demi kepentingan bangsa dan negara.(Red) ***

Lebih baru Lebih lama