Warga Afghanistan khawatirkan jejak digitalnya dijadikan target oleh Taliban

Taliban kembali menguasai Afghanistan terhitung Minggu (16/8) lalu setelah menduduki ibukota Kabul. Jatuhnya pemerintahan Afghanistan di tangan Taliban kini menjadi perhatian dunia. Seperti dilansir dari Hops.id kekhawatiran penduduk Afghanistan karena kelompok Taliban berkuasa bukan cuma ancaman fisik dan kekerasan, tapi juga soal jejak digital. Pasalnya, basis data biometrik dan jejak digital penduduk Afghanistan bisa jdi digunakan oleh Taliban untuk melacak dan menargetkan mereka.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah memperingatkan pembatasan ‘mengerikan’ pada hak asasi manusia dan pelanggaran terhadap perempuan dan anak perempuan. Amnesty International pada hari Senin lalu mengatakan ribuan warga Afghanistan, termasuk akademisi, jurnalis dan aktivis, berada dalam risiko serius terhadap pembalasan Taliban.

Melansir India Today, Rabu 18 Agustus 2021, setelah bertahun-tahun mendorong untuk mendigitalkan basis data di negara tersebut dan memperkenalkan kartu identitas digital serta biometrik untuk pemungutan suara, para aktivis memperingatkan bahwa teknologi ini bisa jadi digunakan Taliban untuk menargetkan dan menyerang kelompok rentan di Afghanistan.

“Kami memahami bahwa Taliban sekarang kemungkinan memiliki akses ke berbagai basis data biometrik dan peralatan di Afghanistan,” tulis kelompok Human Rights First di Twitter beberapa hari lalu.

“Teknologi ini kemungkinan akan mencakup akses ke database dengan sidik jari dan pemindaian iris, dan termasuk teknologi pengenalan wajah,” tambahnya.

Kelompok advokasi yang berbasis di AS itu dengan cepat menerbitkan panduan versi bahasa Farsi tentang cara menghapus jejak digital, serta menyusun manual tentang cara menghindari biometrik.

Sejumlah tips untuk melewati pengenalan wajah juga diberikan, seperti melihat ke arah bawah, memakai barang-barang untuk mengaburkan fitur wajah, atau menerapkan banyak lapisan riasan, dan lainnya. Namun demikian, kata panduan itu, pemindaian sidik jari dan iris tetap sulit untuk dilewati.

“Dengan data, jauh lebih sulit untuk menyembunyikan, mengaburkan identitas Anda dan keluarga Anda, dan data tersebut juga dapat digunakan untuk menyempurnakan kontak dan jaringan Anda,” kata Welton Chang, Chief Technology Officer di Human Rights First.

“Itu juga dikhawatirkan dapat digunakan untuk membuat struktur kelas baru –pelamar pekerjaan akan memiliki bio–data mereka dibandingkan dengan database, dan pekerjaan dapat ditolak atas dasar memiliki koneksi ke pemerintah atau pasukan keamanan sebelumnya,” tambah Chang.

Disebutkan, keadaan paling mengerikan adalah menggunakan data untuk menargetkan siapa saja yang terlibat dalam pemerintahan sebelumnya, atau bekerja di organisasi nirlaba internasional, atau pembela hak asasi manusia, kata Chang kepada Thomson Reuters Foundation.

Sementara itu, Raman Jit Singh Chima, Direktur Kebijakan Asia Pasifik di Access Now mengaku khawatir dengan database yang disimpan oleh lembaga bantuan dan kelompok lain.

“Kami juga sangat prihatin dengan database yang disimpan oleh lembaga bantuan dan kelompok lain, dan khawatir bahwa tidak ada kejelasan apakah langkah-langkah mitigasi bisa diambil untuk menghapus atau membersihkan informasi yang dapat digunakan untuk menargetkan orang,” katanya.

Menurut India Today, kartu identitas digital penduduk Afghanistan, Tazkira, disebutkan dapat mengekspos kelompok etnis tertentu. Dan perusahaan telekomunikasi memiliki kekayaan data pengguna yang dikhawatirkan dapat digunakan untuk melacak dan menargetkan orang.

Sementara itu usai Taliban berkuasa penuh, warga Afghanistan dikabarkan melakukan apapun yang mereka bisa untuk menghapus profil digital mereka. Reporter BBC, Sana Safi mengatakan, banyak orang Afghanistan dengan panik membuka handphone mereka untuk menghapus pesan yang mereka kirim, musik yang mereka dengarkan serta gambar yang mereka ambil.***
Lebih baru Lebih lama