Para petani Desa Jurang Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung Jawa Tengah saat ini sedang panen cabe rawit dan cabe merah kriting (21/7).
TEMANGGUNG - Saat ini harga cabe rawit terus mengalami penurunan, hingga cabe sudah warna merah belum juga dipetik di Temanggung. Hal tersebut disampaikan Sodik pada saat ditemui oleh awak media MRN.
Menurutnya, pada tahun 2020 ini harga cabe rawit terus mengalami penurunan, sehingga tidak bisa mengembalikan modal pada saat menanam cabe.
"Menanam cabe gampang-gampang susah, biaya 1 batang bibit cabe hingga panen membutuhkan biaya Rp 5.000 per batang. Cabe kurang air mati, banyak air juga mati, apalagi musim kemarau seperti saat ini. Suhu udara ektrim/ panas juga kurang baik bagi pertumbuhan pohon cabe", ujar Sodik.
Sementara di tempat terpisah Ikah selaku pengepul cabe rawit mengatakan, selama 15 tahun saya menjadi petani dan pengepul cabe, pada tahun 2020 omset selalu mengalami penurunan.
"Hal tersebut evek dari Covid -19 yang melanda dunia termasuk Indonesia, sehingga semua kegiatan perkantoran tidak ada acara rapat. Perhotelan, kuliner dan hajatan mengalami penurunan," jelasnya.
Tidak hanya itu saja. Ikah yang didampingi oleh nenek dan anaknya, sambil memilah-milah cabe mengungkapkan, di samping minat pembeli selalu menurun, penyerapan permintaan cabe keluar pulau juga sangat terbatas.
Ikah menjelaskan, semula harga cabe 50 ribu/ kg saat ini hanya Rp 10.000 - 8.000/ kg. Baik cabe rawit setan, maupun cabe rawit merah kriting harganya juga sama. Alhamdulilah pengairan irigasi Progo manggis ini sangat lancar tidak pernah surut airnya," jelas Ikah.
"Mudah- mudahan Covid segera sirna, sehingga kita bisa mengais rezeki untuk keperluan hidup keluarga. Saat ini sangat serba sulit, pendapatan menurun tapi kebutuhan meningkat. Mengingat saat ini kita juga masih punya tanggungan anak kuliah. Untuk biaya indekos dan biaya kuliah sangat berat, jelas Ikah. (SM)
CEK FAKTA: TIDAK BENAR MUNCUL VIRUS BARU BERNAMA SFTS DARI CHINA SETELAH COVID-19
Beredar klaim kemunculan virus baru bernama SFTS dari China setelah virus corona baru (Covid-19). Klaim tersebut diunggah akun Muhardy Putra Negara, pada 15 Juni 2020.
Berikut keterangannya:
"Pembaruan Patch 7.15 baru:
Coronavirus sekarang dapat menyebar melalui udara.
-Virus baru tiba G4 SFTS
-Tombol menyerah telah dinonaktifkan."
Benarkah SFTS virus baru dari China setelah Covid-19?
Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.
Penelusuran Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim SFTS virus baru dari China setelah Covid-19 menggunakan Google Search dengan kata kunci 'SFTS virus'
Penelusuran mengarah pada dokumen riset berjudul "Research LetterEndemic Severe Fever with Thrombocytopenia Syndrome, Vietnam" yang dimuat situs cdc.gov.
Dokumen riset tersebut menyebutkan, severe fever with thrombocytopenia syndrome (SFTS), telah diidentifikasi di China, Korea Selatan, dan Jepang sejak 2009.
SFTS pertama dikonfirmasi di China pada 2009. Penyakit ini diidentifikasi secara retrospektif di Korea Selatan pada 2010 dan wilayah barat Jepang pada 2013.
SFTS ditandai oleh demam tinggi akut, trombositopenia, leukopenia, peningkatan enzim hati serum, gejala gastrointestinal, dan kegagalan multiorgan dan memiliki tingkat kematian 16,2% -30%.
Sebagian besar infeksi SFTSV terjadi melalui kutu Haemaphysalis Longicornis, walaupun penularan SFTSV juga dapat terjadi melalui kontak dekat dengan pasien yang terinfeksi.
Kesimpulan
Klaim SFTS virus baru dari China setelah Covid-19 tidak benar. SFTS diidentifikasi sejak 2009 di Cina, Korea Selatan, dan Jepang. Sebagian besar infeksi SFTSV terjadi melalui kutu Haemaphysalis Longicornis.
Sumber