PANGLIMA TNI DAN PANGLIMA SINGAPURA BAHAS LATIHAN DAN KERJASAMA MILITER

Kerjasama pertahanan merupakan salah satu pilar penting dalam hubungan bilateral Indonesia-Singapura. Oleh karena itu, latihan dan kerjasama serta  persahabatan SAF-TNI harus terus dijaga. 

JAKARTA - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto S.I.P. didampingi Asisten Intelijen Mayjen TNI Andjar Wiratma dan Asisten Operasi Mayjen TNI Tiopan Aritonang melaksanakan video teleconference dengan Panglima Angkatan Bersenjata Singapura Jenderal Melvyn Ong membahas latihan dan kerjasama militer kedua negara, bertempat di Gedung Persada Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (23/7/2020). 



Mengawali pertemuan yang digelar secara virtual tersebut, Panglima TNI mengucapkan selamat kepada Chief of Defence Force Singapura Jenderal Melvyn Ong dan seluruh anggota Angkatan Bersenjata Singapura (SAF) dalam rangka Hari Jadi SAF yang ke-55 pada tanggal 1 Juli 2020. Semoga Angkatan Bersenjata Singapura menjadi kebanggaan negara, bangsa dan rakyat Singapura. 

Pada kesempatan tersebut, Panglima TNI juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari Pemerintah Singapura, Singapore Armed Force (SAF), dan Temasek Foundation yang telah memberikan bantuan berupa  dukungan alat kesehatan berupa surgical mask, hand sanitizer dan test kits untuk TNI-Polri. 

Panglima TNI menyampaikan bahwa untuk menghadapi ragam spektrum tantangan saat ini dan di masa depan, kerjasama dan saling percaya menjadi kunci keberhasilan. Sebagaimana telah menjadi perhatian pemimpin kedua negara, SAF dan TNI juga perlu meningkatkan kerjasama yang telah terjalin selama ini.

Selain membahas latihan dan kerja sama militer kedua angkatan bersenjata, dalam pertemuan tersebut juga dibahas terkait peran  dan kontribusi militer dalam penanganan Covid-19 di masing-masing negara.  Komunikasi yang terus dijalin antara SAF dan TNI, baik terkait penanganan pandemi Covid-19, maupun dalam bidang kontra terorisme dan keamanan maritim agar dapat terus ditingkatkan.  

Panglima TNI menjelaskan bahwa di tengah-tengah situasi pendemi Covid-19, TNI dan SAF harus menyusun solusi terbaik dalam mencari bentuk kegiatan kerjasama dengan tetap mengikuti regulasi protokol kesehatan yang berlaku. 

Pangab Singapura Jenderal Melvyn Ong menyambut baik latihan dan kerja sama antara TNI dengan SAF yang telah berjalan dengan baik selama ini agar dapat ditingkatkan. Setelah pandemi Covid-19 berakhir, latihan dan kerja sama tersebut diharapkan dapat dilaksanakan sesuai rencana. (*)


CEK FAKTA: TIDAK BENAR PENGGUNAAN MASKER BERBAHAYA UNTUK ANAK-ANAK KARENA EFEK CO2

Seorang pemilik akun Facebook, Laura Garcia membagikan sebuah link video yang menyebut penggunaan masker untuk anak kecil sangat berbahaya selama pandemi virus corona.

Video di akun Facebook Laura Garcia itu berjudul: "Mask Test Proves Toxic for Children". Dalam video tersebut mereka membuktikan kalau pengunaan masker kepada anak-anak sangat berbahaya karena ada kadar racun CO2 yang terpusat di masker.

"Apakah Anda mematuhi Undang-Undang dari pemerintah yang bisa merusak perkembangan otak anak Anda?" kata pembawa acara di video tersebut, Del Bigtree, yang diunggah pada 7 Juli 2020 di channel YouTube miliknya.

Di dalam videonya, Bigtree menggunakan sensor karbon dioksida (CO2) untuk mengukur jumlah CO2 dalam partikel per juta (ppm) yang ada di masker seorang anak kecil. Sensor menunjukkan tingkat 8.486 ppm defab respirator N95, 8.934 ppm dengan masker bedah, dan 9.129 ppm dengan masker kain.

Lalu, benarkah penggunaan masker wajah kepada anak-anak berbahaya? Simak faktanya berikut.

Penelusuran Fakta

Tim Cek Fakta Liputan6.com menemukan sebuah artikel di AFP yang dipublikasikan pada 21 Juli 2020. Artikel itu berjudul: 'Flawed experiments exaggerate risk from CO2 concentration in masks'.

Dalam artikel tersebut, AFP menyebut kalau Bigtree menggunakan alat yang salah. Hal itu dibuktikan AFP dengan berbincang dengan seorang peneliti di Universitas Alberta, Hyo-Jick Choi, yang merancang masker bedah dan filter respirator untuk menonaktifkan jenis virus tertentu.

"Mereka menggunakan alat yang salah dan mereka mencoba membandingkan angka yang salah. Jumlah mereka harus menjadi kebalikan total," katanya.

"Sudah sewajarnya kalau masker kain menunjukkan efisiensi filtrasi rendah. Sedangkan masker bedah memiliki efisiensi filtrasi yang lebih tinggi, dan N95 akan memiliki efisiensi tertinggi," ujar Hyo-Jick Choi menambahkan.

Lebih lanjut, Hyo-Jick Choi menyebut eksperimen yang dilakukan oleh Bigtree merupakan percobaan yang cacat. Sang peneliti melihat meter karbon dioksida yang digunakan Bigtree berasal dari AZ Instrument Corp, sebuah rusahaan yang berbasis di Taiwan, berkisar dari 0 hingga 2.000 ppm. Layarnya dapat menampilkan bacaan hingga 9.999, tetapi akurasinya kurang.

Sementara itu, seorang dokter UGD di Belgia yang menulis tentang studi keracunan karbon dioksida, Steven Vercammen menyebut percobaan dari Bigtree sebagai 'ilmu yang buruk'. Menurut Vercammen, metrik paling penting adalah kadar oksigen dan CO2 dalam aliran darah.

"Situs web kesehatan membuat pedoman untuk konsentrasi udara di lingkungan tertutup, seperti buat pekerja yang membersihkan lingkungan tertutup, di mana penumpukan CO2 dalam volume besar."

"Percobaan sudah banyak dilakukan dan hasilnya tidak ada efek kesehatan yang signifikan saat menggunakan masker wajah," katanya.

Sementara itu, Kompas.com pada 31 Mei 2020 memuat artikel dengan judul: 'Pakai Masker untuk Cegah Corona Tak Bikin Keracunan Karbon Dioksida'. Dalam artikelnya, Kompas melansir Forbes (12/5/2020), para tenaga kesehatan telah membuktikan penggunaan masker tidak menyebabkan keracunan karbon dioksida.

Dalam sebuah operasi yang berlangsung selama beberapa jam, dokter bedah dan tim medis terbukti tidak linglung atau jatuh pingsan karena sirkulasi udara maskernya lancar. Arahan mengenakan masker utamanya untuk mencegah droplet (cipratan cairan dari saluran pernapasan) saat berbicara, bernapas, batuk, atau bersin tidak menyebar ke sekitarnya.

Dengan beragam material atau bahan pembuatan, masker terbukti efektif mengurangi penyebaran virus corona. Sebagai informasi, partikel virus corona berukuran sekitar 125 nanometer. Ukuran ini membuat virus tidak bisa menembus masker.

Lain halnya dengan karbon dioksida, oksigen, sampai nitrogen. Molekul gas tersebut ukurannya jauh lebih kecil dari virus corona. Dengan ukuran molekul yang lebih kecil, karbon dioksida dan oksigen bisa dengan mudah menembus bahan pembuatan masker, termasuk masker N95.

Kesimpulan

Penggnaan masker wajah kepada anak-anak sangat bahaya karena ada racun CO2 merupakan fakta yang salah. Para peneliti sudah melakukan berbagai percobaan dan tidak ada yang menunjukkan gejala kesehatan yang berarti.

Sumber

Lebih baru Lebih lama